Jalan Menuju Digitalisasi Perbankan adalah Keniscayaan

Bisnis.com,08 Sep 2021, 05:05 WIB
Penulis: Dionisio Damara
Mobile banking/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Transformasi bank konvensional menuju digitalisasi adalah sebuah keniscayaan. Namun, untuk mencapai hal itu, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dibenahi oleh industri perbankan nasional agar kepercayaan nasabah tidak pudar.

Keniscayaan tersebut tidak terlepas dari besarnya potensi bank digital. Laporan We Are Social bersama dengan Hootsuit menyebutkan ada 202,6 juta pengguna internet di Indonesia.

Namun, berdasarkan laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2019, sebanyak 92 juta populasi belum pernah mengakses bank, serta layanan finansial yang ditawarkan atau unbanked.

Selisih itu dapat menjadi ceruk bagi bank-bank konvensional di Indonesia untuk memacu transformasi. Apalagi, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pandemi Covid-19 telah mempercepat digitalisasi di sektor perbankan.

Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa transaksi ekonomi dan keuangan digital terus tumbuh sejalan dengan meningkatnya ekspektasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan pembayaran digital, dan akselerasi digital banking.

BI menyebutkan nilai transaksi digital pada kuartal I dan II pada 2021 meningkat 39,39 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp17.901,76 triliun. BI memproyeksikan tren transaksi ini akan meningkat 30,1 persen yoy mencapai Rp35.600 triliun sepanjang 2021.

Menurut Ekonom dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, digital banking akan menjadi era baru di industri perbankan seiring dengan tuntutan pasar, yang kian melaju ke arah ekonomi digital.

Digital banking ini akan menjadi satu tonggak sejarah baru di perbankan Indonesia,” ujar Piter dalam webinar Bisnis Indonesia Banking Outlook 2021, Selasa (7/9/2021).

Selain itu, pesatnya kemunculan bank digital akan menandai era baru persaingan di sektor perbankan. Piter mengatakan era bank digital akan ditandai dengan perubahan, yakni nasabah bank berganti menjadi nasabah milenial dan gen Z. Loyalitas pun jadi barang langka.

Dimulainya era baru bank digital juga akan menarik bank-bank konvensional yang sudah mapan ke garis start persaingan baru. “Bank yang mampu menyiapkan diri lebih baik dan melakukan perubahan sejak dini, akan menjadi pemenang baru di masa depan,” kata Piter.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan siap memulai persaingan tersebut. Menurutnya, ada sejumlah syarat bagi bank yang sedang bertransformasi ke arah digital, untuk bertahan di tengah ketatnya persaingan.

Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja (dalam layar) memberikan pemaparan dalam Banking Outlook 2021 secara webinar di Jakarta, Selasa (7/9/2021). Bisnis Indonesia menggelar Banking Outlook 2021 bertajuk The Emerging Era of Digital Banking: Are You Ready. Bisnis/Himawan L Nugraha

Salah satunya memiliki nasabah aktif. Dia menuturkan hal ini penting karena profitabilitas datang dari jumlah transaksi, bukan nominal pengguna. Apalagi, pesatnya pertumbuhan bank digital tidak terlepas dari sejumlah promo yang ditawarkan.

Jahja mengatakan promo tidak cukup untuk membuat nasabah loyal bertransaksi. Oleh karena itu, bank digital perlu berkolaborasi untuk memenangkan persaingan.

“Partner yang mereka gandeng ini menentukan sekali ke depannya untuk perkembangan digital bank,” ungkap Jahja.

KEAMANAN

Terlepas dari upaya mendorong industri perbankan menuju digitalisasi, ada dua poin yang perlu dikawal dalam transformasi tersebut, yakni kepercayaan dan keamanan data nasabah.

Sebut saja kasus phising maupun fraud terhadap nasabah bank di Indonesia yang masih jamak terjadi, di tengah maraknya persaingan bank digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyatakan akan merilis panduan siber terkait hal tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menuturkan bahwa dalam transformasi digital di industri perbankan, pihaknya akan memberikan panduan dari kepada bankir supaya data nasabah dapat dikelola dengan baik.

“Paling lambat dalam 2 bulan, kami akan memberikan panduan dan bagaimana kita mengaturnya, sehingga nasabah merasa aman dan secure melakukan transaksi yang aman dan dengan tata kelola yang baik,” ujarnya.

Heru menilai bahwa selama masa pandemi Covid-19, aktivitas virtual makin bergeliat. Apalagi, perubahan pola kerja dari work from office (WFO) ke work from home (WFH) menjadikan data-data sektor keuangan lebih terbuka dalam risiko serangan siber.

OJK sempat menyebutkan bahwa selama pandemi Covid-19, satu dari empat serangan siber atau 25,3 persen terjadi di sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, otoritas akan mewaspadai potensi serangan siber, ataupun system failure dan digital blackout di sektor perbankan.

Dia pun menyampaikan bahwa OJK akan meluncurkan peta jalan guna mengakselerasi manajemen risiko transformasi. Hal ini dilakukan agar industri perbankan dapat mengikuti pesatnya perkembangan digitalisasi.

“Kondisi demikian menuntut akselerasi digital di sektor perbankan. Sebab, jika tidak, aktivitas tersebut akan dimanfaatkan oleh pemain shadow banking yang semakin lincah mengakselerasi digital,” kata Heru.

Sementara itu, Direktur Utama PT Maybank Indonesia Tbk. (BNII) Taswin Zakaria menyatakan salah satu kunci untuk memenangi persaingan di era digital bank adalah memupuk kepercayaan dari nasabah.

Menurutnya, medan kompetisi ke depan akan ditentukan oleh customer experience dan kepercayaan. “Tanpa kepercayaan, tiap-tiap bank tidak akan mampu bertahan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini