Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan kondisi perekonomian di banyak negara terjun ke jurang resesi, termasuk Indonesia. Berbagai langkah percepatan perbaikan ekonomi pun tengah digencarkan pemerintah.
Dari beberapa strategi yang dipilih, pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu opsi untuk mempercepat perbaikan ekonomi. Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 diproyeksikan 3,7 persen—4,5 persen.
Pada kuartal II/2021 pertumbuhan ekonomi mencapai 7,07 persen, yang merupakan tertinggi dalam 16 tahun terakhir (BPS). Namun untuk kuartal berikutnya pertumbuhan diproyeksi jauh lebih rendah. Alhasil, dibutuhkan langkah dan kebijakan strategis pemerintah agar percepatan perbaikan ekonomi berjalan lancar.
Salah satu langkah strategis yang ditempuh ialah melalui pembentukan Holding Ultra Mikro (Holding UMi). Agenda ini dinilai tepat karena merujuk data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah usaha mikro pada 2018 mencapai 63 juta unit usaha dan dari total tersebut terdapat 45 juta unit usaha yang merupakan usaha dengan skala ultra mikro.
Jumlah itu setara dengan 99% dari total jumlah unit usaha yang ada di negeri ini. Selain itu, segmentasi usaha mikro juga berperan penting dalam menopang perekonomian Indonesia dengan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) lebih dari 60%.
Sayangnya peran strategis usaha mikro atau ultra mikro tidak diimbangi dengan pemberdayaan dan akses pembiayaan untuk mendukung permodalan mereka dari lembaga formal. Dari total 45 juta usaha ultra mikro, hanya sekitar 15 juta usaha yang telah memperoleh akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal.
Sekitar 12 juta usaha ultra mikro lainnya mendapatkan akses pendanaan dari sumber informal, seperti rentenir dan 18 juta lainnya belum terakses sama sekali. Sejatinya, pemerintah telah mencanangkan peningkatan aksesibilitas layanan keuangan segmen ultra mikro sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Saat ini terdapat tiga BUMN yang memiliki peranan besar dalam pengembangan sektor UMKM, khususnya segmen mikro dan ultra mikro, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM. Langkah pemerintah memasukkan BRI sebagai induk serta Pegadaian dan PNM dalam Holding UMi pun dinilai tepat, sesuai dengan kompetensi dan pengalaman masing-masing.
BRI telah memberikan akses produk perbankan kepada segmen usaha ultra mikro dan mikro lebih dari 100 tahun. Pegadaian memberikan kredit berbasis gadai kepada lebih dari 10 juta nasabah ultra mikro. Begitu pula PNM yang kuat dalam layanan pinjaman berbasis kelompok kepada lebih dari 10,8 juta nasabah.
Selain itu, ketiga perusahaan tersebut memiliki tiga model bisnis yang berbeda untuk memenuhi mayoritas kebutuhan segmen ultra mikro. Ke depan peran ketiganya dalam pengembangan segmen usaha ultra mikro akan dioptimalisasi melalui skema Holding UMi.
Dalam kaitan itu BRI sebagai induk melakukan rights issue dengan mekanisme Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) I kepada pemegang saham perseroan.
Dalam PMHMETD I ini, BRI menawarkan sebanyak-banyaknya 28,21 miliar saham baru Seri B atas nama dengan nilai nominal Rp50 per saham atau sebanyak-banyaknya 18,62% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah PMHMETD I. HMETD akan diperdagangkan di dalam dan di luar bursa efek dalam jangka waktu 8 hari kerja mulai 13– 22 September 2021.
Pemerintah selaku pemegang saham pengendali BRI dengan kepemilikan saat ini sebesar 56,75% akan mengambil bagian atau seluruh HMETD yang menjadi haknya dengan melakukan inbreng atas saham milik pemerintah.
Penyetoran modal pemerintah berbentuk kepemilikan 6.249.999 saham seri B yang mewakili 99,99% dari seluruh modal yang ditempatkan dan disetor oleh pemerintah dalam Pegadaian dan kepemilikan 3.799.999 saham seri B atau mewakili 99,99% dari seluruh permodalan yang ditempatkan serta disetorkan secara penuh oleh pemerintah dalam PNM.
Kemudian, jika seluruh pemegang saham publik mengeksekusi haknya, sesuai porsinya maka perkiraan dana tunai yang akan diperoleh dari rights issue ini bisa mencapai Rp41,15 triliun.
Bila ditotal dengan nilai inbreng atas saham Pegadaian dan PNM seluruhnya sebesar Rp54,77 triliun maka nilai total yang dihimpun BRI dari rights issue sebanyak-banyaknya Rp95,92 triliun.
Jika ditinjau dari proses terjadinya rights issue, apa yang terjadi pada BRI ini merupakan hal yang positif karena terjadi konsolidasi keuangan dari BRI, PNM dan Pegadaian. Hal ini sejalan dengan bisnis BRI yang fokus pada banking dan micro lending.
Demikian juga kalau ditinjau dari sisi peruntukan penggunaan dana rights issue sebagai modal kerja perseroan untuk pengembangan ekosistem bisnis ultra mikro serta mikro dan kecil, strategi itu akan membuat BRI bertumbuh lebih besar.
Pada gilirannya, pembentukan Holding UMi menjadi langkah strategis untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia. Keberadaannya diharapkan membuat akses pembiayaan untuk usaha ultra mikro menjadi lebih luas dan merata, cost of fund bisa lebih murah, biaya dan risiko bisa ditekan melalui digitalisasi, sehingga cost of credit menjadi lebih rendah.
Alhasil, pelaku usaha ultra mikro bisa naik kelas dan terus berkembang usahanya. Adapun bagi investor di bursa, aksi korporasi tersebut menjadi sebuah peluang emas pula.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel