Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai memiliki ketahanan yang kuat jika bank sentral Amerika Serikat (AS) akan jadi melakukan normalilasi kebijakan moneter atau tapering off, di akhir 2021. Bank Mandiri ternyata sudah siap-siap sejak 2020.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan berbagai indikator menunjukkan besar kemungkinan Indonesia tidak akan mengalami dampak tapering seburuk krisis 2013, atau yang dikenal sebagai taper tantrum.
Pada sektor keuangan, dia mengatakan kesiapan sektor keuangan khususnya perbankan sudah melakukan mitigasi ketat sejak 2020-2021. Menurutnya, terdapat dua poin yang diperhatikan untuk menjaga kualitas aset, yaitu dengan melihat dampak tapering off terhadap kenaikan imbal hasil obligasi (bond yield) dan pelemahan rupiah.
"Kalau ada taper, itu dampaknya ke ekspektasi kenaikan bond yield dan rupiah yang melemah. Itu kita buat stress test-nya. Jadi, kalau pelemahan rupiah sedalam ini, bagaimana sektor-sektor yang sangat mengandalkan barang impor dan juga memiliki utang. Jadi kalau ditanya persiapan, sudah dari jauh-jauh hari karena dua hal yang diawasi yaitu dari impact tapering dan Covid-19," jelas Andry acara Macroeconomic Outlook 2021 Bank Mandiri "Ekonomi Indonesia 2021-2022: Menjaga Momentum Pertumbuhan" secara virtual, Kamis (9/9/2021).
Sementara itu, dia melihat gerak-gerik dari The Fed untuk melangsungkan pengurangan stimulus masih terkesan on-and-off. Menurutnya, belum ada kepastian mutlak kapan The Fed benar-benar akan memulai proses tapering.
Meski begitu, dia menyebut kemungkinan proses tapering akan mulai pada 2022 dan akan berlangsung sepanjang tahun. Lalu, seiring dengan melihat kondisi pemulihan ekonomi AS, barulah The Fed kemungkinan mulai menaikkan suku bunga acuannya.
Pada kesempatan yang sama, Andry meyakini Bank Indonesia (BI) memiliki instrumen kebijakan yang cukup. Misalnya, melalui kebijakan triple intervention dalam menjaga stabilitas rupiah, serta koordinasi tetap dilakukan dengan Kementerian Keuangan sehingga imbal hasil surat berharga negara (SBN) akan dikelola tetap menarik bagi investor asing.
Andry mengatakan ketahanan Indonesia akan membuat risiko tapering tidak akan seburuk dengan yang terjadi pada 8 (delapan) tahun yang lalu.
Pasalnya, hal itu ditunjukkan dengan inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan atau current accoount deficit (CAD) yang masih manageable, porsi kepemilikan asing di pasar obligasi yang lebih sedikit, dan posisi cadangan devisa yang mencapai rekor tertinggi.
"Waktu taper tantrum [2013], cadangan devisanya baru di bawah US$100 miliar. Kita sudah lakukan simulasi, kalau pun ada outflow, kemungkinan dengan full intervention oleh Bank Indonesia, kita masih bisa kuta menjaga cadangan devisa di atas US$100 miliar," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel