Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan fintech asal Singapura, Jenfi, meraih pendanaan Seri A sebesar US$ 6.3 juta atau setara Rp89 miliar yang dipimpin oleh Monks Hill Ventures, kemudian Golden Equator Ventures and Korea Investment Partners (via the GEC-KIP Fund), 8VC, ICU Ventures and Taurus Ventures.
Dana Series A tersebut akan digunakan untuk pengembangan produk, akuisisi konsumen dan ekspansi pasar di Asia Tenggara termasuk ke Indonesia.
Co-Founder dan CEO Jenfi, Jeffrey Liu (Jeff), menjelaskan, saat ini Jenfi masih menanti berakhirnya moratorium pendaftaran fintech peer-to-peer lending (P2P) baru yang diberlakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Februari 2020, sebelum dapat mengajukan permohonan perizinan sebagai penyelenggara P2P lending di Indonesia.
“Layanan pembiayaan Jenfi menyasar usaha kecil menengah (UKM) di Asia Tenggara, khususnya UKM yang telah go digital, alias terhubung dalam ekosistem digital dan menjalankan kegiatan usahanya secara digital baik pemasaran maupun penjualan secara online,” ujarnya seperti siaran resmi yang dikutip, Jumat (10/9).
Jeff mengklaim, terdapat tiga hal utama yang membedakan pembiayaan UKM Jenfi dengan pinjaman UKM dari fintech P2P lending lainnya di Indonesia. Pertama, pembiayaan UKM melalui platform Jenfi dikhususkan penggunaan dananya untuk membiayai kegiatan pemasaran seperti digital marketing dan pembiayaan inventaris guna mendukung kinerja penjualan setiap peminjam UKM.
“Sehingga harapan kami mereka tidak hanya dapat bertahan ditengah pandemi, namun juga dapat bertumbuh pesat. Kami menyebutnya sebagai Growth Financing,” ujarnya.
Kedua, pinjaman akan dibayar dengan skema bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan bulanan UKM tersebut. Dengan kata lain, Jenfi akan mengambil sejumlah persentase kecil dari penjualan bulanan UKM peminjam secara bertahap sampai pinjaman berikut bunganya lunas sesuai rencana pembayaran yang disepakati dalam perjanjian.
“Di Asia Tenggara, tidak banyak perusahaan yang menyediakan solusi pembiayaan serupa,” ujarnya.
Ketiga, Jenfi memiliki nilai tambah berupa fitur analitis terotomasi yang dapat digunakan UKM untuk meningkatkan efisiensi penjualan online dan digital marketing mereka. Contohnya, fitur ini nantinya dapat memberitahu UKM peminjam mengenai kesempatan untuk mengiklankan produknya pada Google Ads yang berpotensi meningkatkan penjualan mereka, dan Jenfi akan menawarkan pinjaman bagi UKM tersebut yang dananya khusus digunakan untuk mengiklankan produknya.
“Artinya, Jenfi peduli dengan kebutuhan pokok dari para UKM selain pembiayaan, dalam hal ini mereka butuh dibimbing dan diajari. Mereka perlu nasihat dan rekomendasi yang dapat meningkatkan pemahaman dan keahliannya dalam memasarkan produk atau layanannya guna meningkatkan penjualannya,” ujarna.
Menurutnya, edukasi dan literasi keuangan dan bisnis yang meliputi manajemen keuangan, pemasaran dan promosi penjualan adalah sama pentingnya bagi UKM Indonesia untuk tetap tumbuh ditengah pandemi.
Menurut data Bank Indonesia, sebanyak 87,5 persen UMKM terdampak pandemi Covid-19. Dari jumlah ini, sekitar 93,2 persen di antaranya terdampak negatif di sisi penjualan dan akibatnya memberi tekanan pada pendapatan, laba dan arus kas.
Jenfi menyadari industri UKM di Indonesia sangat terdampak oleh resesi ekonomi saat ini, padahal potensinya sangat besar khususnya ketika didukung oleh strategi transformasi digital dalam aktifitas penjualan, pemasaran serta supply chain.
Hingga saat ini, Jenfi telah membantu pembiayaan lebih dari seratus UKM di Asia Tenggara yang meliputi model bisnis B2B dan layanan software di Singapura, Malaysia dan Vietnam, seperti antara lain, Tier One Entertainment, Pay With Split, and Homebase.
Jeff meyakini, proses menuju ketahanan usaha dan kesejahteraan UKM di masa pandemi ini perlu dipikul bersama. Karena itu, Jenfi tidak ingin membebani UKM Indonesia dengan menerapkan skema pembayaran cicilan pinjaman yang berlaku pada umumnya yang jarang memperhatikan kinerja penjualan dan keadaan keuangan UKM.
Jenfi didirikan pada 2019 oleh Jeffrey Liu dan Justin Louie, Jenfi telah turut serta dalam program akselerasi oleh Y Combinator, perusahaan inkubator startup kelas dunia yang memiliki lebih dari 20 portfolio perusahaan teknologi dengan nilai valuasi setara atau lebih dari USD 1 miliar dari berbagai negara seperti Stripe, Airbnb, Cruise dan DoorDash.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel