Amartha Ungkap Jurus Salurkan Pinjaman ke Segmen Berisiko Tinggi

Bisnis.com,13 Sep 2021, 18:48 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) punya cara tersendiri untuk menjadi 'makelar' penyalur likuiditas pendana (lender) institusi ke segmen peminjam incarannya.

Sekadar informasi, Amartha memiliki pengalaman sebagai lembaga keuangan mikro (LKM) sebelum bertransformasi menjadi fintech P2P lending. Terkini, segmen incarannya pun masih sama, yaitu pelaku usaha mikro wanita di pedesaan, yang notabene dianggap berisiko tinggi.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan bahwa pengalaman berpartner dengan lembaga keuangan telah berlangsung sejak 2017.

Mulai dari bank pelat merah, bank swasta, Bank Pembangunan Daerah, BPD, dan Bank Perkreditan Rakyat, bahkan kini telah merambah institusi keuangan dan nonkeuangan, mulai dari multifinance dan private equity dalam dan luar negeri.

"Amartha menyambut baik jika ada partner potensial yang berminat menyalurkan pendanaan UMKM kepada pengusaha perempuan mikro di pedesaan untuk meningkatkan inklusi keuangan area rural Indonesia," ujar Taufan kepada Bisnis, Senin (13/9/2021).

Amartha memahami walaupun partner lembaga keuangan, apalagi perbankan, tergoda oleh imbal hasil tinggi yang ditawarkan platform P2P lending, mereka tidak lantas dengan mudah menggelontorkan dananya ke debitur berisiko terlampau tinggi. Masing-masing memiliki risk acceptance criteria yang beragam berdasarkan risk appetite.

Taufan mengungkap bahwa umumnya perbankan akan melihat assessment credit scoring Amartha, dikombinasikan lagi dengan pengecekan internal bank tersebut, belum ditambah pertimbangan faktor-faktor lain, seperti kredit skor mitra, jenis usaha, dan diversifikasi area penyaluran pendanaan.

Oleh sebab itu, masing-masing platform P2P lending pasti memiliki 'jurus' tersendiri untuk menjaga keseimbangan. Amartha sendiri memilih cara mengombinasikan skema online & offline dalam menyalurkan pinjaman.

Seperti lembaga keuangan mikro konvensional, Amartha masih memiliki tim lapangan. Borrower 'emak-emak' pun dibimbing untuk berkelompok, di mana tim akan terus berkomunikasi dan melakukan bimbingan keberlangsungan usaha.

"Amartha membangun histori kredit kepada mitra melalui sistem credit score yang dirancang dengan indikator yang mencakup riwayat pembayaran sebelumnya untuk mereka yang melakukan pengajuan pinjaman lanjutan, kehadiran dalam pertemuan kelompok, ketepatan waktu pembayaran, sampai analisis psikometri," ungkap Taufan.

Amartha juga memastikan histori kredit berjalan dengan baik melalui pendampingan dan pelatihan usaha, agar Mitra Amartha dapat memperbesar bisnisnya dengan nilai pembiayaan yang lebih besar lagi yang bisa disediakan perbankan.

Artinya, Amartha juga menawarkan dirinya sebagai tempat rekomendasi para lender institusi termasuk perbankan, untuk menjaring borrower mitra Amartha yang potensial menjadi debitur di masa depan.

Lewat strategi ini, harapannya teknologi informasi yang digunakan fintech dapat menjangkau lebih banyak nasabah, sehingga mempercepat inklusi keuangan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara lebih merata.

"Fenomena kedekatan perbankan dengan fintech adalah langkah tepat untuk mempercepat inklusi keuangan nasional yang diikuti oleh inklusi digital. Fintech dapat memfasilitasi masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah untuk mendapatkan histori kredit melalui credit score yang diciptakan fintech. Hal ini pula yang dilakukan oleh Amartha," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Azizah Nur Alfi
Terkini