Rupiah Dibuka Melemah, Laju Mata Uang Asia Bervariasi

Bisnis.com,22 Sep 2021, 09:28 WIB
Penulis: Ika Fatma Ramadhansari
Petugas menunjukkan mata uang dolar AS dan rupiah di Money Changer, Jakarta, Senin (19/4/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terpantau melemah pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (22/9/2021).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terpantau dibuka melemah 2,50 poin atau 0,02 persen ke Rp14.240 per dolar AS. Indeks dolar AS juga terpantau melemah 0,01 persen di posisi 93,1920.

Sementara itu, nilai tukar nilai tukar dolar Taiwan terpantau melemah 0,23 persen terhadap dolar AS, diikuti oleh yen Jepang yang melemah 0,12 persen, baht Thailand yang melemah 0,22 persen.

Di sisi lain, won Korea Selatan menguat 0,16 persen, rupee India naik 0,17 persen, dolar Singapura naik 0,04 persen, dan peso Filipina terpantau menguat 0,02 persen terhadap dolar AS.

Tim riset Monex Investindo Futures menjelaskan, dolar AS berpeluang kembali naik pada awal sesi Rabu (22/9/2021), setelah mencatat pelemahan kemarin di tengah aksi ambil untung.

Adapun, pengumuman kebijakan moneter The Fed dijadwalkan pada Rabu sore waktu setempat atau pukul 01:00 WIB, Kamis (23/9/2021) dini hari.

Dolar AS sedikit melemah dari level tertinggi hampir satu bulan pada akhir perdagangan Selasa waktu setempat lantaran pasar global sempat menguat dipicu risiko ketidakpastian solvabilitas Evergrande Group.

Melansir Antara, investor menantikan pengumuman kebijakan Fed untuk tanda-tanda kapan bank sentral akan mulai mengurangi program pembelian obligasi besar-besaran.

"Pasar mencoba untuk memahami apakah perubahan arah pada Selasa ini akan berlangsung, dan jika kita memiliki peningkatan selera risiko yang berkelanjutan, dolar akan mundur lebih banyak lagi," kata Edward Moya, analis pasar senior OANDA di New York.

Sebelum krisis utang China Evergrande Group mengguncang pasar, dolar telah didukung menjelang pertemuan Fed minggu ini. Para ekonom yang disurvei dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan pembuat kebijakan memberi sinyal ekspektasi rencana pengurangan pembelian aset akan didorong kembali ke November 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farid Firdaus
Terkini