Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku pasar optimistis pengetatan kebijakan moneter atau tapering oleh the Fed tidak akan dilakukan secara agresif.
Wealth Management Head Bank OCBC NISP Juky Mariska menyampaikan bahwa langkah the Fed tersebut tidak akan menimbulkan tantrum atau kepanikan di pasar.
Berdasarkan hasil pertemuan the Fed terakhir, kemungkinan pengurangan pembelian aset obligasi atau tapering akan dilakukan di akhir 2021.
Di sisi lain, the Fed masih akan tetap mempertahankan suku bunga di level saat ini karena lonjakan inflasi yang terjadi di Amerika Serikat hanya bersifat sementara.
“Fed juga meyakini bahwa pemulihan sektor tenaga kerja telah berlangsung cukup baik, namun belum kembali ke level pra-pandemi,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (27/9/2021).
Di sisi domestik, Juky mengatakan bahwa pemulihan ekonomi terus berlanjut. Dengan tingkat vaksinasi yang telah mencapai lebih dari 30 persen populasi, jumlah kasus Covid-19 pun berangsur turun.
Indikator lainnya yaitu PMI manufaktur Indonesia mulai menunjukkan perbaikan dengan peningkatan ke level 43,7 pada Agustus 2021 meski masih di fase kontraksi.
Dengan adanya pelonggaran PPKM, akselerasi vaksinasi, serta dukungan stimulus pemerintah, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di kisaran 3,7 hingga 4,5 persen pada 2021.
Sejalan dengan itu, Juky mengatakan imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun mengalami penurunan ke level 6,07 pada akhir Agustus 2021.
“Keputusan Bank Indonesia untuk memperpanjang kebijakan burden sharing dengan pemerintah menjadi salah satu sentimen yang mendorong penguatan pasar obligasi Tanah Air,” jelasnya.
Nilai tukar rupiah pun tercatat menguat 1,07 persen pada Agustus dan ditutup di kisaran 14.200. Tapering yang diperkirakan lebih mild menurutnya turut mendorong penguatan mata uang rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel