IHSG Ditutup Melesat Ditopang Aksi Beli Asing, Saham BUMI Terbang

Bisnis.com,04 Okt 2021, 15:24 WIB
Penulis: Pandu Gumilar
Pengunjung berada di sekitar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (29/1/2020). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Senin (4/10/2021) dengan penguatan 1,83 persen atau 113,84 poin ke 6.342,68.

Sebanyak 317 saham di zona hijau, 202 saham merah, dan 143 saham stagnan. Kapitalisasi pasar bursa parkir di level Rp7.807,50 triliun.

Investor asing mencatatkan beli bersih sebanyak Rp1,85 triliun di seluruh pasar. Saham BBRI menjadi yang paling banyak diborong asing dengan net foreign buy Rp583,3 miliar, menyusul saham BBCA yang dikoleksi Rp218,4 miliar, saham UNTR dibeli Rp198,8 miliar.

Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) terbang dengan kenaikan 23,53 persen, diikuti saham PT Indo Tambangraya Megah (ITMG) dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. (TRIM) yang masing-masing melesat 16,06 persen dan 15,09 persen.

Sebelumnya, Presiden Direktur RHB Sekuritas Indonesia Iwanho mengatakan IHSG berpotensi melaju hingga level 6.500 pada akhir tahun. Level itu lebih tinggi 4,36 persen dibandingkan dengan penutupan Jumat (1/10/2021) di posisi 6.228

"Indeks target berada di 6.500. Sectoral rotation dari investor yang akan memberikan keuntungan lebih terhadap investor," katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Iwanho menjagokan beberapa sektor seperti batu bara dan minyak kelapa sawit. Selain itu, telekomunikasi serta ritel high-end seperti MAPI dan saham-saham sektor properti.

"Telekomunikasi didorong dengan kepastian merger antara ISAT dan Hutchison yang diharapkan menurunkan kompetisi di industri," imbuhnya.

Selain itu, dia mengatakan saat ini aliran modal asing mulai kembali masuk sejak akhir kuartal III/2021. Dia menilai kembalinya modal asing berkat pemulihan ekonomi secara global atau pun nasional.

"Ini dikarenakan investor appetite untuk masuk ke aset investasi yang lebih beresiko sebab pemlihan ekonomi di pasar global dan meningkatnya inflasi dunia. Asset class ini termasuk sektor cylical di Amerika Serikat dan juga foreign inflows ke emerging markets, termasuk indonesia," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farid Firdaus
Terkini