Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah investor dan transaksi aset kripto di Indonesia terus mengalami peningkatan pada semester I/2021 menyusul kenaikan harga yang signifikan.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI) dalam Buku KSK yang diterbitkan setiap semester, jumlah investor aset kripto diperkirakan telah mencapai sekitar 6.5 juta pada Juni 2021.
Jumlah tersebut melewati jumlah investor di pasar saham yang mencapai sekitar 2.4 juta. Namun, akurasi angka tersebut belum sepenuhnya dapat diyakini
Peningkatan jumlah investor di aset kripto sejalan dengan kenaikan harga aset kripto yang signifikan terjadi pada Maret 2021.
Saat itu, harga Bitcoin, jenis aset kripto yang paling banyak diperdagangkan, sempat mencapai level tertinggi sebesar Rp850 juta per keping atau naik lebih dari 100 persen dibandingkan Desember 2020.
BI memandang, dampak dari perdagangan aset kripto pada stabilitas sistem keuangan masih terbatas, namun perlu terus dimonitor.
Kenaikan harga aset kripto yang sangat signifikan dalam rentang waktu yang cukup pendek mendorong perilaku investor terutama investor pemula untuk berinvestasi pada aset kripto.
“Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian mengingat karakteristik aset kripto yang memiliki volatilitas harga aset yang cukup tinggi tanpa adanya transaksi underlying, menjadikan risiko atau potensi kerugian yang ditimbulkan dari investasi pada aset kripto juga relatif tinggi,” tulis BI dalam laporannya.
Menurut BI, terdapat beberapa potensi risiko yang perlu terus dimonitor. Pertama, yaitu risiko pasar yang muncul dari volatilitas harga aset tanpa adanya underlying transaction, sehingga valuasi menjadi sulit dilakukan.
Kedua, risiko kredit apabila dana yang digunakan masyarakat untuk berinvestasi berasal dari pinjaman lembaga keuangan.
Ketiga, risiko disintermediasi sejalan dengan shifting penggunaan dana untuk tujuan investasi di aset kripto yang dapat berdampak pada penurunan pembiayaan ke sektor riil, terutama jika nilai transaksi tumbuh signifikan.
Oleh karenanya, BI menilai literasi mengenai karakteristik dan potensi kerugian yang mungkin timbul dari investasi pada aset kripto, perlu terus ditingkatkan.
BI pun menegaskan, stance kebijakan bank sentral terhadap aset kripto masih tetap sama, yaitu melarang aset kripto sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU No. 7/2011 tentang Mata Uang.
“BI akan terus melakukan monitoring secara intensif terhadap perkembangan aset kripto serta inovasi sistem pembayaran lainnya dalam rangka menjaga stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel