Bisnis.com, JAKARTA - Industri pembiayaan (multifinance) bakal mendapat berkah dari pulihnya daya beli masyarakat di era new normal, sekaligus bangkitnya sektor-sektor andalan penyumbang piutang pembiayaan.
Akhir periode 2021 diperkirakan menjadi 'masa panen' buat para pemain, karena banyak kondisi yang mendukung hal tersebut. Mulai dari perpanjangan diskon pajak barang mewah (PPnBM) untuk beberapa jenis mobil baru sampai akhir 2021, kasus Covid-19 yang mereda, sampai pulihnya harga komoditas yang mendongkrak kredit alat berat.
Jodjana Jody, pengamat otomotif dan praktisi industri multifinance yang sempat memimpin Auto2000 (2010) dan Astra Credit Companies (2015), mengungkap bahwa untuk pembiayaan ke mobil baru, multifinance pasti akan kecipratan berkah 'good year to buy' dari sisi konsumen.
Pasalnya, setelah diskon PPnBM berakhir, industri otomotif akan 'digoyang' dua fenomena. Pertama, regulasi baru berupa PPnBM berdasarkan emisi yang akan berpengaruh ke mobil-mobil terlaris. Kedua, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen pada April 2022.
"Jadi mumpung PPnBM, banyak [konsumen] yang melihat jangan sampai lewat dari 2021 kalau mau beli mobil. Buktinya, wholesales di Agustus 2021 sudah melewati full year 2020. Sisa kuartal IV/2021 pasti sangat ramai dan bakal melebihi target asosiasi [otomotif]," ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (5/10/2021).
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sendiri mengakui diskon PPnBM bakal membawa proyeksi target penjualan sepanjang 2021 ke arah lebih optimis.
Yohanes Nangoi, Ketua Umum Gaikindo dalam diskusi internal bersama Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengungkap bahwa target awal wholesales sebesar 750.000 unit di sepanjang 2021 akan dengan mudah terlampaui karena beragam faktor pendukung.
"Era new normal ini kami semakin optimistis, karena mobil itu kebutuhan. Contohnya, dulu Jakarta-Surabaya capek kalau pakai mobil, tapi sekarang saya saja lebih tertarik pakai mobil, apalagi karena jalan tol sudah bagus. Maka, kita akan bahu-membahu dengan financing company di akhir periode ini, karena lebih dari 70 persen pembeli menggunakan kredit," ungkapnya.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan sepakat bahwa tren perbaikan di akhir tahun masih memungkinkan demi memperbaiki kinerja industri yang sempat terpuruk karena pandemi.
Sejak Januari-Juli 2021, pembiayaan baru industri telah mencapai Rp165,6 triliun, lebih baik ketimbang Januari-Juli 2020 yang hanya Rp157,3 triliun, terutama karena pandemi membuat rata-rata penyaluran bulanan hanya berkisar belasan triliun, padahal normalnya mampu mencapai Rp30 triliun per bulan.
Terkini, OJK mencatat pembiayaan baru atau new booking multifinance nilainya telah meningkat menjadi di atas Rp23 triliun per bulan. Terutama, setelah dimulainya insentif PPnBM sejak Maret 2021.
Artinya, apabila rata-rata ini mampu bertahan sampai akhir tahun, pembiayaan baru industri masih bisa melebihi capaian pembiayaan baru sepanjang 2020, yaitu Rp250,3 triliun, yang notabene juga sempat ditolong oleh tren peningkatan kinerja pada akhir tahun.
Pertumbuhan dari sisi pembiayaan baru ini pun harapannya mampu menekan kontraksi dari sisi piutang pembiayaan atau outstanding industri secara umum yang per Agustus 2021 sebesar Rp358,78 triliun yang masih tercatat minus 2,9 persen (year-to-date/ytd) dari akhir 2020.
"Total outstanding trennya menuju ke arah yang lebih positif, seiring dengan penyaluran pembiayaan konsumtif dan kendaraan bermotor yang pertumbuhan piutangnya telah menunjukkan adanya pemulihan," ungkap Bambang kepada Bisnis.
Sebagai gambaran, khusus outstanding multifinance di barang konsumsi sebesar Rp258,2 triliun yang masih terkontraksi 1,7 persen (ytd) per Agustus 2021, hanya ada tiga objek utama yang tumbuh positif.
Tepatnya, outstanding sepeda motor bekas sebesar Rp17,68 triliun yang naik 6,62 persen (ytd), barang-barang elektronik Rp3,53 triliun yang naik sebesar 18,6 persen (ytd), dan barang konsumsi lainnya Rp7,29 triliun yang naik sebesar 67,5 persen (ytd).
Presiden Direktur PT Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga sepakat bahwa bagi perusahaan pembiayaan yang bermain di skema buy now pay later (BNPL/paylater), masa akhir tahun pasti ditunggu-tunggu.
Pasalnya, periode ini selalu bertabur diskon untuk para penggila belanja online di platform e-commerce, seperti yang akrab disapa 12.12, atau Harbolnas, 11.11, serta diskon tahun baru. Penyedia paylater kerap ikut ketiban berkah selama kampanye yang berlangsung di tanggal-tanggal cantik tersebut.
"Apalagi Akulaku itu [penyaluran pembiayaannya] selalu linear, tumbuh sejalan dengan penjualan di industri e-commerce. Terutama untuk pembelian handphone baru, yang banyak juga dibutuhkan sebagai sarana pendukung usaha atau bekerja," ujarnya kepada Bisnis.
Sekadar informasi, perusahaan berlisensi multifinance ini merupakan bagian dari ekosistem entitas grup Akulaku (PT Akulaku Silvrr Indonesia) yang juga memiliki marketplace barang-barang elektronik yang juga bernama Akulaku.
Sementara spesifik untuk kendaraan roda dua, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) optimistis memproyeksikan akan ada peningkatan penjualan 17-26 persen (year-on-year/yoy) ketimbang 2020.
Tepatnya dari 3,6 juta unit ke 4,3 juta sampai 4,6 juta unit. Sebagai gambaran, target ini terbilang realistis karena per Agustus 2021, realisasi penjualan telah mencapai 3,2 juta unit, naik 32,1 persen (yoy) secara tahunan.
"Porsi kredit sepeda motor sempat di atas 65 persen pada 2019, tapi turun ke 50 persen pada 2020. Sekarang, sudah berangsur-angsur membaik ke 55 persen, dan ketika pandemi mulai mereda, ATPM pasti akan agresif melakukan aktivitas marketing, yang tentu berhubungan erat dengan layanan bersama multifinance dan leasing," ungkap Ketua Umum AISI Johannes Loman dalam diskusi internal bersama APPI.
Terakhir, bagi industri alat berat, Ketua Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) Etot Listyono mengungkap bahwa per Agustus 2021 penjualan alat berat sudah naik 99 persen (yoy) menjadi 8.821 unit.
"Karena tahun lalu itu kami cuma ditopang oleh kegiatan konstruksi, mining yang paling lesu. Kalau tahun ini mining sudah bangkit, naiknya 206 persen [ytd] karena di-drive harga batubara dan nikel. Kegiatan di aktivitas terkait agro dan forestry juga naik, secara year-to-date itu masing-masing 54,7 persen dan 84 persen," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel