Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan memandang sektor asuransi eskpor Indonesia memiliki potensi untuk menggarap pasar eskpor nontradisional, seperti Afrika.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan Marolop Nainggolan mencatat pada Agustus 2021, terjadi peningkatan eskpor yang cukup signifikan ke negara-negara Afrika.
"Peningkatan ekspor ini tentu menjadi potensi bagi asuransi Indonesia. Negara-negara ini seringkali dianggap berisiko. Saya pikir untuk asuransi ekspor ini jadi tempat yang cukup baik untuk bisa manfaatkan," ujar Marolop dalam webinar Optimalisasi Pasar Ekspor Nasional Melalui Asuransi Perdagangan, Rabu (6/10/2021).
Kementerian Perdagangan mencatat pertumbuhan ekspor ke kawasan Afrika lainnya, seperti Republik Kongo dan Sudah Selatan mencapai 537,2 persen month-to-month (MoM) pada Agustus 2021.
Peningkatan ekspor signifikan juga terlihat di negara-negara kawasan Afrika Timur, seperti Ethiopia, Madagaskar, Somalia, Kenya, Mozambique, Djibouti, Mauritius, dan Uganda, yang tumbuh mencapai 128,71 persen MoM.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total nilai ekspor nasional pada Agustus 2021 tercatat mencapai US$21,42 miliar atau naik 20,94 persen MoM.
Selain itu, Kementerian Perdagangan juga berharap sektor asuransi eskpor atau perdagangan dapat mendorong pengembangan eskpor dari pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Asuransi eskpor memiliki peran dalam peningkatan eskpor nonmigas nasional melalui penyediaan fasilitas asuransi ekspor bagi eskportir untuk mengatasi risiko pembayaran eskpor, sekaligus mendorong eksportir Indonesia untuk melakukan penetrasi ke pasar ekspor nontradisional.
Menurut Marolop, saat ini belum banyak UKM yang memanfaatkan asuransi ekspor. Asuransi masih dianggap belum cukup penting untuk mendukung kegiatan eskpor pelaku UKM. Hal ini lantaran para pelaku UKM merasa belum memerlukan dana besar untuk ekspor karena kapasitas produksinya belum begitu besar.
"Dari sisi pembiayaan, saya lihat UKM kita belum banyak yang punya kapasitas yang membutuhkan pembiayaan cukup besar sehingga mereka merasa tidak perlu untuk minta kredit, apalagi dari sisi asuransi eskpor. Mereka anggap asuransi bukan sesuatu yang cukup penting atau dianggap ini sesuatu yang tidak perlu atau tidak akan diperlukan," katanya.
Dia memaparkan bahwa pada 2020, jumlah UKM yang melakukan eskpor dengan nilai ekspor kurang dari Rp50 miliar per tahun mencapai 13.755 eksportir atau 77,28 persen dari total eksportir Indonesia. Meski eskportir UKM mendominasi, kontribusi nilai ekspor UKM baru mencapai 4,09 persen dari total nilai eskpor pada 2020. Hal ini juga bisa menjadi pasar yang prospektif bagi sektor asuransi ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel