Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah nasabah produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-link yang dirugikan oleh beberapa perusahaan asuransi jiwa, menemui DPR RI untuk mengadu dan menuntut adanya reformasi di industri asuransi.
Pemegang polis dari beberapa perusahaan asuransi terkemuka yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi ini terutama mengeluhkan praktik pemasaran yang sengaja mengarah kepada mis-selling dan mencurangi calon nasabah.
Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati meminta dukungan dan perhatian dari DPR RI untuk menekan otoritas agar mengkaji ulang bisnis asuransi unit-link di Indonesia yang nyata-nyata sudah merugikan banyak pihak.
"Penjelasan pihak perusahaan asuransi selalu tidak sesuai dengan yang kenyataan. Padahal, masyarakat beli karena kepercayaan terhadap agen, sebagai wakil yang membawa nama besar perusahaan asuransi. Kalau mereka ini beres sejak awal, saya yakin tidak ada masalah seperti ini," ujarnya ketika Bisnis temui di Gedung Nusantara III DPR RI, Rabu (6/10/2021).
Bersama Maria, turut hadir Viola yang merasa dirugikan oleh metode pemasaran agen asuransi yang tidak pernah menerangkan secara jelas berkaitan risiko dan teknis investasi, tepatnya berkaitan pemisahan biaya proteksi dan investasi.
Selain tidak pernah mendapatkan keterangan soal porsi penempatan investasi di perjanjian, bahkan laporan bulanan soal kinerja investasi miliknya pun tak pernah di-update secara lengkap, sampai akhirnya asetnya anjlok dan hampir ludes.
"Saya punya bukti kalau agen saya selalu bilang nanti di tahun ke-10 akan dikembalikan modal full dari premi yang saya setorkan, plus hasil investasinya. Ketika saya komplain, baru pihak perusahaan menjelaskan kalau modal full itu maksudnya hanya porsi investasi," jelasnya.
Menurutnya, selama ini banyak nasabah seperti dirinya yang tidak bersuara karena ditekan, di mana perusahaan menganggap nasabah sudah memahami teknis unit-link dan mengaku memiliki bukti.
"Karena yang agen jelaskan itu selalu dari ilustrasi, dan pastinya hanya yang bagus-bagusnya saja. Bukan langsung dari salinan polis. Banyak juga teman kita yang tidak pernah dijelaskan ada waktu 14 hari untuk mempelajari polis. Setelah bertahun-tahun baru sadar dan sudah telanjur terjebak," tambahnya.
Sementara itu, ada juga Wenny, yang merupakan pemegang polis salah satu produk unit-link. Dia mengatakan terjebak lewat kanal bancassurance. Wenny mengungkap bahwa dirinya ketika itu ditawarkan tabungan investasi jangka panjang.
"Saya waktu itu transaksinya urusan perbankan, tidak ada niat untuk membeli asuransi. Tapi dibilang sama pihak bank, daripada uang saya cuma disimpan di tabungan, masuk saja ke tabungan investasi yang ada bonus asuransinya. Saya percaya saja. Ternyata ini unit-link, dan akhirnya aset saya ini berkurang 40 persen," ungkapnya.
Karyawan berkomunikasi didekat logo beberapa perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Selasa (15/1/2020). Bisnis/Nurul Hidayat
Adapun, dalam kunjungan ke DPR, Komunitas Korban Asuransi juga menyampaikan data OJK sendiri menyebut hampir 3 juta polis unit-link tutup pada April 2021. Menurut Maria, fenomena ini bisa diartikan bahwa semakin banyak pemegang polis yang sadar bahwa kehadiran produk proteksi ini tidak membawa dampak positif buat masyarakat.
"Ke depan, kami sedang melengkapi berkas untuk mengadu juga ke Ombudsman RI. Saat ini, selain ke DPR, kami juga sudah mengirimkan berkas pidana kepada Bareskrim Polri," katanya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan akan memperketat pengelolaan investasi dari produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau lebih dikenal sebagai unit-link.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan nantinya akan diatur mengenai rambu-rambu yang lebih ketat terhadap pengelolaan investasi dari produk unit-link yang dijual oleh perusahaan asuransi.
Pengaturan ini mungkin akan membuat produk unit-link relatif sulit dijual, tetapi hal ini perlu dilakukan semata untuk melindungi kepentingan masyarakat.
"Untuk produk unit-link akan kami perketat investasinya karena ini uang masyarakat yang risikonya ditanggung masyarakat. Kalau ada potensi keuntungan besar nanti jadi tertutup, tidak apa-apa saya bilang, kita bergerak di moderat saja. Toh, nanti ada pilihan agresif, moderat, dan konservatif," ujar Nasrullah dalam sebuah webinar, Jumat (10/9/2021).
"Ini akan kami pagar-pagarin. Jadi, nanti tidak sembarangan duit yang diambil dari unit-link yang dikelola perusahaan asuransi diinvestasikan. Tidak boleh lagi," imbuhnya.
Dia mengakui bahwa saat ini ada tuntutan untuk menutup atau memoratorium penjualan produk unit-link yang dipicu dari mencuatnya kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi. Namun sebagai regulator, OJK tidak bisa lantas melakukan moratorium sebab nyatanya masih ada segmen pasar yang memerlukan produk unit-link.
Selain itu, penjualan produk unit-link juga merupakan praktek umum yang banyak diterapkan di berbagai negara. Untuk itu, pengetatan aturan penjualan produk unit-link menjadi jalan tengah untuk mengakomodir kepentingan nasabah dan industri asuransi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel