Bisnis.com, JAKARTA - Rasanya semua orang tahu bahwa pengelolaan keuangan merupakan hal penting, tetapi pelaksanaannya seringkali menghadapi kendala. Siapa sangka, kepemilikan asuransi dapat membantu pengelolaan finansial menjadi lebih berkualitas.
Chief Agency Officer PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Jeffrey Kie menilai bahwa pada dasarnya orang-orang mempunyai kesadaran akan pentingnya pengelolaan finansial. Setiap orang pasti memiliki rencana dan gambaran perencanaan keuangan untuk mencapainya.
Upaya mencapai tujuan finansial tak jarang menemui kendala, mulai dari pendapatan yang baru mencukupi pengeluaran utama, adanya beban-beban tidak terduga, hingga alasan kurang baiknya pengelolaan keuangan yang membuat pengeluaran tidak terkontrol dengan baik.
"Perlu tahu dulu tujuan keuangan kita itu apa, bagaimana cara mencapainya. [Pengelolaan keuangan yang baik] terlihat dari cara seseorang membelanjakan uangnya untuk kebutuhan yang bermanfaat, bukan sekadar memenuhi keinginan," ujar Jeffrey kepada Bisnis, Jumat (8/10/2021).
Menurutnya, pengelolaan keuangan perlu berawal dari kedisiplinan untuk menyisihkan dana di awal untuk berbagai kebutuhan. Saat pendapatan atau gaji masuk kantong, pengeluaran rutin yang bersifat wajib, tabungan, dan investasi harus langsung dipisahkan.
Jeffrey menegaskan bahwa tabungan dan/atau investasi harus ada dalam alokasi awal, bukan dari sisa uang yang ada di akhir periode gaji. Hal tersebut penting sehingga seseorang dapat menjaga kualitas dananya sekaligus menjaga pengeluaran agar tidak berlebih.
"Karena kalau bicara nanti [alokasi tabungan dan/atau investasi], biasanya habis duluan uangnya," ujar Jeffrey.
Menurutnya, pengelolaan keuangan yang kurang baik dapat berdampak pada tidak terpenuhinya sejumlah kebutuhan, bahkan tujuan finansial tidak tercapai. Misalnya, seseorang bisa tidak memiliki dana darurat karena pengelolaan keuangan yang tidak baik, sehingga tidak siap saat menghadapi risiko.
"Ada riset bahwa 80% eksekutif bangkrut ketika pensiun, karena pengelolaan keuangannya yang tidak baik. Perlu disadari bahwa saat pensiun income itu berhenti sama sekali, bukan berkurang. Karena hidup tidak hanya untuk saat ini sehingga [pengelolaan keuangan] perlu disiapkan," ujarnya.
Jeffrey menilai bahwa kepemilikan asuransi dapat mendorong pengelolaan keuangan yang lebih baik bagi seseorang. Asuransi pun menjadi aspek penting dalam kehidupan, sebagai instrumen untuk melindungi keuangan dari berbagai risiko.
Bukankah asuransi justru 'mengurangi' pendapatan seseorang karena ada kewajiban pembayaran premi? Ya, Jeffrey membenarkan itu, tetapi menurutnya premi yang berubah menjadi proteksi akan membiasakan seseorang menyisihkan alokasi dana di awal, saat memperoleh pendapatan.
"Kalau seseorang menyisihkan uangnya untuk asuransi, berarti dia bisa mendisiplinkan diri, dan ini modal utama untuk mencapai keberhasilan pengelolaan keuangan. Dia tahu bisa memastikan risiko, memastikan pengeluaran, sehingga lebih jelas bisa mengalokasikan untuk investasi," ujar Jeffrey.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu memiliki pandangan serupa, bahwa asuransi bisa memberikan keamanan finansial bagi setiap orang dalam berbagai kondisi. Kondisi aman itu muncul baik karena adanya proteksi aktif, maupun karena seseorang mampu mengalokasikan pengeluaran untuk asuransi.
Togar menjabarkan bahwa saat seorang anak lahir, memasuki usia sekolah, bekerja, berkeluarga, pensiun, hingga meninggal, terdapat asuransi yang bisa memberikan proteksi. Keberadaan asuransi bahkan menjadi lebih penting di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
"Covid-19 ini luar biasa, enggak kelihatan tapi membuat susah seluruh dunia. Dalam kondisi ini, asuransi kesehatan akan lebih banyak dibutuhkan masyarakat," ujar Togar.
Menurutnya, masyarakat dapat memilih polis asuransi yang berjenis tradisional atau unit-linked, sesuai dengan keperluan masing-masing. Asuransi tradisional menawarkan proteksi sepenuhnya, sedangkan di unit-linked, nasabah mendapatkan proteksi dan sebagian preminya diinvestasikan.
Togar menilai bahwa kedua jenis asuransi itu akan menjadi produk yang tepat sesuai kondisi dan tujuan nasabah dalam berasuransi. Jika nasabah itu hanya menginginkan proteksi, maka dia bisa memilih asuransi tradisional.
Lain halnya jika nasabah tersebut menginginkan adanya penambahan nilai dari preminya, maka dia bisa memilih produk unit-linked. Namun, menurut Togar, nasabah harus mempelajari dulu seperti bagaimana produk unit-linked agar memahami konsepnya.
"Kalau calon nasabah mengerti dan memahami cara berinvestasi, bisa terpisah, dia punya asuransi dan instrumen investasi lainnya. Namun, kalau dia tidak mengerti cara berinvestasi, sebaiknya membeli unit-linked karena yang mengelola investasinya itu orang yang mengerti," ujar Togar.
Dia menjelaskan bahwa kedua jenis produk itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, penting bagi nasabah untuk memahami kebutuhannya sehingga dapat dipenuhi oleh produk asuransi yang tepat.
Togar pun menjelaskan bahwa sebaiknya, masyarakat mulai memiliki asuransi saat masih berusia muda. Usia dan kondisi kesehatan menjadi salah satu faktor yang menentukan besaran premi, sehingga jika berasuransi sejak muda, premi yang dikenakan akan menjadi lebih murah.
"Kalau baru punya penghasilan, begitu mulai bekerja, sebaiknya beli asuransi. Investasi ada macam-macam, tapi saya sarankan untuk memiliki asuransi jiwa terlebih dahulu," ujar Togar.
Dia menyarankan masyarakat untuk mengalokasikan pendapatannya untuk asuransi. Salah satu rumus yang lazim diterapkan adalah dari 100 persen penghasilan, 20 persen di antaranya dialokasikan untuk investasi dan 10 persen di antaranya digunakan untuk tabungan dana darurat.
Dana untuk asuransi dapat diambil dari alokasi investasi sebanyak 20 persen. Selain itu, masyarakat pun bisa mengurangi pengeluaran untuk konsumsi sebesar 70 persen dan mengalokasikannya ke asuransi, sebagai bentuk proteksi dari berbagai risiko yang bisa mengganggu keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel