Pefindo Beri Rating Positif untuk Dua Efek SMF-BTN

Bisnis.com,15 Okt 2021, 01:53 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Logo Pefindo Biro Kredit/Pefindo
Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo)menyematkan peringkat idAAA(sf) terhadap EBA-SP SMF-BTN02 Kelas A dan menaikkan peringkat menjadi idA+ atas efek EBA-SP SMF-BTN05 Kelas M.
 
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Kreshna Dwinanta Armand dan Hanif Pradipta menjelaskan bahwa pemeringkatan efek milik PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF beraca dari perkembangan terkini. Menguatnya dukungan kredit perseroan menjadi salah satu faktor pendorong perolehan peringkat efek.
 
Per tanggal cut-off 31 Agustus 2021, total nilai keseluruhan kumpulan aset yang masih beredar adalah senilai Rp1,54 triliun. Aset itu terdiri dari Kelas A senilai Rp1,26 triliun, Kelas M senilai Rp24 miliar, dan Kelas B yang tidak diperingkat sebesar Rp260 miliar.
 
Menurut Kreshna dan Hanif, efek Kelas M dan Kelas B masing-masing merepresentasikan 1,2% dan 13% dari total kumpulan aset awal sebesar Rp2 triliun. Kedua efek itu mencerminkan kemampuan SMF untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang atas efek utangnya.
 
"Aksi pemeringkatan ini didorong oleh menguatnya dukungan kredit akibat naiknya coverage dari Kelas B relatif terhadap jumlah beredar, sehingga menurunkan probabilitas Kelas M untuk harus digunakan menyerap potensi kerugian," tulis Kreshna dan Hanif dalam keterangan resmi yang dikutip pada Kamis (14/10/2021).
 
Menurut keduanya, peringkat efek SMF mencerminkan profil yang baik dari aset dengan sekuritisasi rasio utang terhadap nilai jaminan (loan to value atau LTV) yang rendah, profil yang kuat dari penyedia jasa (servicer), serta penguatan kredit (credit enhancement) untuk EBA-SP Kelas A dalam bentuk kelas subordinasi (Kelas M dan Kelas B), excess spread, dan cadangan likuiditas.
 
Peringkat tersebut dibatasi oleh adanya porsi kredit kolektibilitas tidak lancar di dalam portofolio aset yang disekuritisasi dan rasio cicilan terhadap penghasilan (debt to income atau DTI) di bawah rata-rata.

Kreshna dan Hanif menilai bahwa profil kredit EBA-SP SMF-BTN05 dapat mengalami tekanan sebagai dampak dari penyebaran pandemi, mengakibatkan pelemahan ekonomi dan memperburuk kemampuan debitur dalam memenuhi kewajiban keuangannya, termasuk di sektor kredit pemilikan rumah (KPR).
 
Skema relaksasi yang diatur dalam POJK 17/POJK.03/2021 juga menurut keduanya dapat menimbulkan tekanan arus kas pada kumpulan KPR yang disekuritisasi. Jika tidak dikelola dengan baik, hal itu dapat meningkatkan risiko likuiditas terhadap kewajiban keuangan, termasuk biaya senior dan pembayaran kupon terhadap pemegang efek.
 
"Kami berpandangan bahwa risiko yang terkait dengan pandemi dapat dimitigasi oleh kumpulan pinjaman individu yang terdiversifikasi dan rekening cadangan yang cukup untuk menutupi setidaknya tiga bulan pembayaran bunga dan biaya senior. Selain itu, terdapat dukungan kredit dalam bentuk cadangan tambahan, yang disediakan untuk mengantisipasi pemburukan yang berkelanjutan pada kumpulan aset yang disekuritisasi akibat dampak pandemi," tulis keduanya.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BBTN selaku kreditur awal (originator) menjual 16.476 KPR dalam satu portofolio kepada SMF, yang kemudian menerbitkan EBA-SP. Adapun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BBRI ditunjuk oleh SMF sebagai wali amanat dan bank kustodian untuk transaksi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Edi Suwiknyo
Terkini