Bisnis.com, JAKARTA - Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga acuan untuk ditahan di 3,5 persen pada Oktober 2021. BI juga menetapkan tingkat suku bunga deposit facility sebesar 2,75 persen dan bunga lending facility 4,25 persen.
Kebijakan suku bunga acuan rendah ditujukan untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia dari krisis akibat pandemi Covid-19, tanpa meninggalkan kepentingan dari mempertahankan stabilitas nilai tukar dan pasar keuangan.
Meski pemulihan ekonomi domestik terlihat mengalami akselerasi setelah kuartal III/2021, risiko stabilitas nilai tukar dan pasar keuangan justru semakin meningkat karena sinyal tapering off dari Federal Reserve (Fed) beberapa bulan ke depan.
Oleh karena itu, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai bahwa mempertahankan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di 3,5 persen menjadi penting.
"Tidak hanya untuk mendorong pemulihan ekonomi, namun juga membantu menahan risiko capital outflow serta mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah," kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (19/10/2021).
Adapun, proses pengurangan quantitative easing (QE) oleh The Fed diperkirakan bisa dimulai sekitar pertengahan November atau Desember 2021. Sementara itu, Federal Fund Rate (FFR) diperkirakan bisa mengalami kenaikan satu tingkat di 2022.
Meski demikian, bisa jadi keputusan selanjutnya cenderung untuk lebih hawkish di tengah tingkat inflasi yang tinggi akibat gangguan rantai pasok dan krisis energi.
Faisal lalu memperkirakan kebijakan suku bunga acuan rendah ini akan bertahan hingga akhir 2021 sebelum menaikkan rate-nya sebesar 50 bps ke 4 persen di 2022. Menurut Faisal, hal kemungkinan besar terjadi di semester II/2021.
"Kami percaya sikap kebijakan moneter BI ke depannya akan sangat responsif dan antisipatif terhadap perkembangan pasar keuangan global dan perkembangan pemulihan ekonomi Indonesia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel