Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi pelaku usaha teknologi finansial (tekfin/fintech) termasuk pinjol, diminta memperkuat perannya sebagai self regulatory organization (SRO) untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat, lewat jaminan proteksi pelanggan dari para anggotanya.
Rudiantara, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) yang sempat menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) periode 2014-2019 mengatakan, langkah tersebut penting untuk menjaga keberlanjutan industri fintech yang sehat dan matang.
"Dunia digital ini kan sangat terbuka, makanya tak heran kalau ada saja masyarakat yang tidak tahu, kemudian terjebak aktivitas fintech ilegal. Maka, peningkatan literasi masyarakat harus terus jadi komitmen bersama, bukan hanya dari pemerintah, tapi juga asosiasi, dan player atau startup itu sendiri," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Minggu (24/10/2021).
Rudiantara menekankan langkah tersebut bukan hanya berkaitan dengan aktivitas platform pinjaman online dan investasi online ilegal, namun juga untuk platform resmi yang ketahuan melakukan aktivitas di luar batas regulasi dan ketentuan.
"Buat fintech ilegal, kita sudah siapkan kanal [cekfintech.id] supaya masyarakat bisa cek. Untuk platform atau startup yang resmi, kalau terdapat laporan mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kode etik, Aftech akan panggil, klarifikasi, dan kalau harus dihukum, sudah ada ketentuannya," tambahnya.
Dia berpendapat, industri fintech yang diramaikan oleh pemain payment gateway, dompet digital (e-wallet), investasi, aggregator, sampai pinjam-meminjam tersebut perkembangannya terlalu cepat. Dengan demikian peran asosiasi menjadi sentral, terutama dalam hal pengawasan etika, pedoman perilaku, dan tata kelola operasional para pemain.
Oleh sebab itu, menurutnya asosiasi harus memperbesar peran sebagai mitra pemerintah dalam hal menjaga aspek perlindungan pelanggan, sehingga negara bisa fokus mendorong dari sisi kebijakan, aturan main yang lebih matang, dan penyediaan infrastruktur.
Terakhir, yang tak kalah penting, asosiasi dan para pemain di dalamnya harus mulai terdorong untuk semakin maksimal dalam ikut meningkatkan literasi digital sekaligus literasi finansial masyarakat.
Harapannya, asosiasi fintech bisa lebih dekat dengan masyarakat di seluruh Indonesia. Hal itu dibutuhkan agar masyarakat bisa mendapatkan rasa aman dan kenyamanan, karena mendapat jaminan tata kelola yang baik dari para fintech yang tergabung dalam asosiasi.
"Tidak bisa industri yang sangat cepat, kaya inovasi, dan punya demand tinggi ini dijaga sendiri oleh pemerintah, apalagi kalau hasilnya justru mengarah ke heavy handed regulation. Harus tetap light touch, tapi dorong asosiasi supaya mulai turun. AFTECH sendiri bisa merekomendasikan agar regulator mencabut izin suatu platform yang melanggar etika. Tujuannya, costumer protection itu tadi," tutupnya.
Seperti diketahui, platform pinjaman online dan investasi ilegal tengah menjadi sorotan, karena banyaknya masyarakat yang menjadi korban.
OJK bersama kementerian dan lembaga yang tergabung dalam Satuan Satgas Waspada Investasi melakukan pemutusan akses akses terhadap 4.873 platform ilegal tersebut sejak tahun 2018 hingga 10 Oktober 2021.
Terkini, pihak kepolisian mengungkap adanya fenomena baru, di mana terdapat pinjol ilegal yang ketahuan 'kongkalikong' dengan platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending resmi di bawah naungan OJK.
Mereka berbagi data pribadi nasabah yang tak mampu bayar cicilan, kemudian merekomendasikan mereka melakukan gali lubang tutup lubang untuk membayar utangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel