Secara global, industri jasa keuangan mengalami kerugian senilai US$100 miliar atau setara Rp1.416 triliun akibat serangan siber. Data ini merupakan hasil kajian International Monetary Fund atau IMF.
Di Indonesia, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat jumlah serangan siber yang terjadi sepanjang Januari hingga Juli 2021 mencapai 741,4 juta serangan. Jumlah ini naik dua kali lipat dibandingkan 2020, yakni 495,3 juta serangan.
“Oleh karena itu, dengan adanya transformasi digital, mau tidak mau kita juga harus menyiapkan manajemen risiko terkait dengan siber tersebut,” kata Teguh.
Berdasarkan Laporan Strategi Anti Fraud periode semester I 2020 hingga semester I 2021, Teguh mengungkapkan kerugian riil yang dialami Bank Umum sebesar Rp246,5 miliar dengan potential loss Rp208,4 miliar, sementara nilai pemulihan Rp302,5 miliar.
Adapun kerugian riil yang dialami pihak lain sebesar Rp9,1 miliar dan potential loss mencapai Rp3,8 miliar, nilai recovery Rp3,8 miliar. Selama periode itu, ada 7.087 laporan kejadian fraud dengan siber dengan 45 persen kejadian dilaporkan pada semester II 2020.
Dari jumlah tersebut, mayoritas kejadian fraud dengan menggunakan siber sebanyak 71,6 persen dilaporkan terjadi pada Bank Umum milik pemerintah, disusul oleh Bank Swasta sebanyak 28 persen, dan Bank Asing sebanyak 0,3 persen.
Selain itu, terdapat 47,48 persen dari total kasus fraud dengan penggunaan siber yang masuk ke dalam tindakan lain, seperti skimming dan social engineering.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel