Tren Super Apps, OJK Ingatkan Proteksi Data Konsumen Harus Kuat

Bisnis.com,29 Okt 2021, 20:26 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Tren munculnya platform super apps atau aplikasi serba bisa yang memiliki layanan finansial dalam ekosistemnya, harus terus memegang komitmen dalam peningkatan proteksi data konsumen.

Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Imansyah menekankan hal ini dalam diskusi virtual Bisnis Indonesia 'Inovasi Untuk Masa Depan Industri Keuangan Digital Indonesia', Jumat (29/10/2021).

Imansyah menjelaskan bahwa tren maraknya teknologi finansial (tekfin/fintech) dalam super apps merupakan keniscayaan, baik yang dikembangkan murni oleh pemain lembaga keuangan atau fintech, maupun dari platform sektor lain yang pada akhirnya merambah fintech untuk ekosistemnya.

"Sebagai contoh, super apps dari platform ride-hailing yang tadinya di sektor transportasi, sekarang bisa sampai memberikan layanan finansial, asuransi, sampai investasi. Jadi di era digital ini tampak customer behaviour sebegitu pentingnya, untuk meningkatkan kapasitas platform dalam berekspansi dan menempatkan dirinya di posisi bisnis yang lebih baik," jelasnya.

OJK sendiri sebenarnya menyambut baik adanya tren ini. Pasalnya, platform pada akhirnya bisa menjadi portal dalam memberikan layanan yang luas dan beragam, termasuk ikut memperkenalkan produk-produk finansial yang sebelumnya belum terpikirkan oleh sebagian masyarakat Indonesia.

"Maka, competitive advantage dari para super apps ini saya melihat ternyata semakin relevan untuk merangkul kalangan masyarakat yang belum sepenuhnya bankable. Super apps tampak bisa mengatasi berbagai hambatan mereka, supaya punya akses yang sama dalam memperoleh layanan finansial," tambahnya.

Namun demikian, OJK memahami kemampuan yang mumpuni butuh dukungan infrastruktur digital yang besar. Terutama soal bagaimana kompetensi platform dalam mengelola big data dan cloud computing, sampai mengatasi bertambahnya risiko-risiko di dalam operasional bisnis.

OJK mengingatkan agar super apps yang memiliki ekosistem fintech di dalamnya, jangan sampai keluar dari tata kelola lembaga jasa keuangan yang baik dan kerangka umum manajemen risiko lembaga jasa keuangan.

Selain itu, platform harus mempersiapkan diri dalam mengatasi risiko sistemik dan risiko siber, serta terus bersiap melengkapi ketentuan-ketentuan baru dari regulator berkaitan hal ini.

Terakhir, Imansyah mengingatkan soal perlindungan data konsumen, serta bagaimana menjamin platform bersih dari aktivitas pencucian uang dan transaksi terorisme.

Salah satu studi kasus di Uni Eropa yang rasanya juga bagus buat Tanah Air, yaitu adanya data protections officer, yang harapannya juga menjadi profesi baru yang akan mulai muncul di Indonesia.

"Apabila semua hal ini terjaga, harapannya fintech bisa memperbesar manfaat dan saling melengkapi perannya dengan lembaga jasa keuangan konvensional. Kita mencoba terus menjaga kualitas governance fintech yang lebih baik, sehat, dan berkelanjutan, dan semoga turut berdampak positif buat perekonomian nasional," tutupnya.

Turut hadir, Head of Financial Services Solution Alibaba Cloud Indonesia Eggy Tanuwijaya yang mengungkap bahwa sebagai cloud provider terdepan di Asia Pasific, pihaknya sangat memperhatikan dengan Regulasi Perlindungan Data sesuai standar regulasi dalam hukum Uni Eropa (General Data Protection Regulation/GDPR).

"Kami sudah 5 tahun di Indonesia, awalnya tanpa memiliki data center pada 2016, tapi karena pasar Indonesia sangat penting, kami bangun data center pertama pada 2018, setahun kemudian kami bangun lagi, sampai pada 2021 ini kami bangun data center kami yang ketiga. Kami juga melengkapinya dengan scrubbing center untuk meningkatkan keamanan," jelasnya.

Daniel Hartono CEO MOXA sebagai perwakilan super apps besutan PT Sedaya Multi Investama (Astra Financial) yang merupakan aggregator semua produk jasa keuangan Grup Astra pun sepakat bahwa mitigasi risiko siber harus kuat, karena data prilaku konsumen merupakan harta paling berharga di era digitalisasi.

Ke depan, tinggal bagaimana literasi finansial dan literasi digital masyarakat Indonesia harus terus ditingkatkan, agar tidak terjebak oleh serangan dari oknum-oknum kejahatan siber yang memanfaatkan celah kelalaian konsumen.

Terakhir, Head of Center of Innovation and Digital Economy INDEF Nailul Huda mengungkap pentingnya peran negara untuk senantiasa mengakomodasi infrastruktur yang meningkatkan kesiapan sistem komputasi awan Tanah Air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Azizah Nur Alfi
Terkini