Hadapi Pandemi, Perlu Ekosistem Pendidikan yang Adaptif dan Resilien

Bisnis.com,30 Okt 2021, 15:18 WIB
Penulis: Akbar Evandio
Suasana kegiatan belajar mengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 13 Bagan Besar Duma pada masa pandemi Covid-19 di Riau, Selasa (16/3/2021)./Antararn

Bisnis.com, JAKARTA – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai penting kehadiran ekosistem pendidikan yang memiliki kemampuan beradaptasi, serta resiliensi yang tinggi dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Peneliti CIPS Latasha Safira mengatakan bahwa pendidikan adalah salah satu sektor yang paling terkena dampak negatif dari pandemi.

“Selama 18 bulan, sekolah dijalankan melalui pembelajaran jarak jauh [PJJ] untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun terbukti bahwa dalam kasus mayoritas, PJJ kurang efektif sebagai pedagogi pembelajaran di Indonesia,” ujarnya, Sabtu (30/10/2021).

Dia melanjutkan, berbagai organisasi telah melaporkan terjadinya learning loss, di mana siswa kehilangan pengetahuan dan keterampilan akademik akibat PJJ.

Bahkan, Bank Dunia memperkirakan bahwa siswa di Indonesia kehilangan sekitar 0,9 tahun pembelajaran.

Latasha melanjutkan, Indonesia harus membangun ekosistem pendidikan yang adaptif dan resilien terhadap tekanan serta gangguan.

Meredanya penyebaran Covid-19 akhir-akhir ini, sebaiknya dimanfaatkan untuk mencoba memperbaiki semua kelemahan ekosistem pendidikan di Indonesia dalam memberikan pembelajaran, terutama PJJ.

Dia mencontohkan, perlunya konektivitas internet yang merata di seluruh Nusantara dan juga distribusi perangkat pendidikan terkait, seperti laptop, dan pelatihan guru agar dapat membimbing siswa tanpa tatap muka, serta pengembangan keterampilan dasar dan transferable.

“Banyak siswa yang tertinggal dalam pelajarannya karena mereka tidak dapat mengakses koneksi internet yang stabil atau perangkat yang dibutuhkan dalam PJJ, sedangkan guru-guru juga kesulitan untuk mengadopsi pembelajaran berbasis teknologi karena mereka tidak memiliki keterampilan digital yang diperlukan,” ujarnya.

Latasha menambahkan, pentingnya pengembangan critical thinking, serta komunikasi dan keterampilan digital agar siswa mudah beradaptasi dan bisa tetap semangat belajar dari rumah.

Dia juga menekankan pentingnya kebijakan dan investasi untuk mendukung kesiapsiagaan sektor pendidikan dalam menyikapi perubahan yang mendadak.

Kemitraan pemerintah dan swasta, kata dia, akan dapat mengatasi berbagai kelemahan ekosistem pendidikan, termasuk dalam mempersempit digital divide, serta dalam mendukung sekolah dalam  menerapkan langkah-langkah persiapan dan mitigasi.

Kurikulum sekolah di setiap tingkat juga harus memfasilitasi perkembangan keterampilan dasar dan transferable bagi siswa, serta bersifat adaptif, mampu menerapkan pembelajaran, baik secara tatap muka maupun jarak jauh dengan efektif.

Selain itu, dibutuhkan juga upaya terstruktur untuk memastikan guru-guru terbekali dengan keterampilan pedagogi berbasis digital.

Tidak kalah penting, menurutnya, adalah peningkatan engagement sekolah dengan orangtua, agar mereka juga siap untuk membimbing anak-anaknya sebagai guru kedua di rumah. Pasalnya, tidak semua orangtua siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi.

Dengan ekosistem yang tangguh dan siap, waktu tidak akan terbuang untuk merombak dan mengatur logistik transisi metode pembelajaran ketika harus beralih ke PJJ atau sebaliknya.

Pada September 2021, dia menyebut, Kemendikbud mengizinkan sekolah-sekolah di daerah zona hijau untuk menerapkan pembelajaran tatap muka terbatas, agar learning loss bisa dicegah. Namun, harus diingat bahwa masih ada kemungkinan sektor pendidikan Indonesia kembali melaksanakan PJJ.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lili Sunardi
Terkini