IE-CEPA Berlaku Hari Ini, Eksportir RI Belum Eksplorasi Pasar

Bisnis.com,01 Nov 2021, 17:24 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani (kiri) bersama dengan Wakil Ketua Umum Shinta Widjaja Kamdani saat Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) APINDO 2020 yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Rabu (12/8/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia bersama Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss resmi mengimplementasikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) atau IE-CEPA pada hari ini, Senin (1/11/2021). Pengusaha menyebutkan peluang peningkatan perdagangan antara Indonesia dan EFTA terbuka lebar karena selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Data yang dihimpun Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa perdagangan Indonesia dengan EFTA masih didominasi Swiss. Sekitar 96 ekspor Indonesia ke EFTA yang setara dengan US$1,07 miliar selama Januari sampai Agustus 2021 masuk ke Swiss. Sementara 71 persen impor Indonesia dari EFTA juga berasal dari Swiss, nilainya mencapai US$358,9 juta.

“Di luar Swiss potensinya sangat besar. Pada dasarnya tidak banyak eksportir kita yang sudah menjajaki pasar Islandia, Liechtenstein, dan Norwegia,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W. Kamdani, Senin (1/11/2021).

Shinta berpendapat minimnya ekspor ke negara EFTA selain Swiss disebabkan oleh masalah eksplorasi dan pemahaman pasar tujuan. Dia mengatakan negara-negara anggota EFTA termasuk mitra nontradisional, meski terletak di Eropa.

“EFTA sebetulnya bukan hub kita di Eropa, tetapi lebih merupakan stepping stone atau alternative entry point ke pasar Eropa di sekitarnya,” tambahnya.

Dia menjelaskan eksportir yang telah masuk ke pasar EFTA terbatas pada eksportir yang telah memiliki hubungan rantai pasok dengan negara anggota blok dagang tersebut, contohnya adalah eksportir obat-obatan yang memiliki hubungan dengan perusahaan farmasi Swiss.

Terlepas dari relasi dagang dengan EFTA yang belum optimal, Shinta mengatakan potensi ekspor yang bisa dikembangkan Indonesia masih terbuka lebar. Hal ini tak lepas dari komplementaritas ekonomi Indonesia dengan EFTA yang dinilai Shinta sangat tinggi.

Beberapa ekspor yang bisa ditingkatkan ke depan antara lain produk turunan minyak sawit mentah (CPO) dengan standar keberlanjutan yang sesuai, kopi, cokelat, furnitur, alas kaki, pakaian mainan, produk perikanan, ban, dan alat kesehatan.

“Semua komoditas ini mendapat privilese perdagangan, bisa diekspor tanpa dikenakan tarif. Hanya saja perlu diperhatikan standar SPS [sanitary and phytosanitary], standar TBT [technical barriers to trade], dan standar sustainability,” katanya.

Dengan IE-CEPA, Indonesia akan mendapatkan tarif 0 persen atas penghapusan 7.042 pos tarif atau 81,74 persen dari total pos tarif Liechtenstein dan Swiss, 8.100 pos tarif atau 94,28 persen dari Islandia, dan 6.388 pos tarif atau 99,94 persen dari Norwegia.

Shinta mengatakan negara EFTA merupakan segelintir pionir keberlanjutan di Eropa. Hal tersebut membuat produk-produk yang beredar di pasar EFTA memiliki standar keberlanjutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju lainnya.

Adapun komoditas ekspor nonmigas terbesar Indonesia ke negara EFTA pada 2020 meliputi emas, perhiasan, limbah logam, serat optik, dan buldoser. Sementara, impor terbesar Indonesia dari EFTA meliputi bom dan granat, tinta untuk keperluan pencetakan, dan jam tangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini