Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menilai implementasi skema multipilar akan menjaga keberlangsungan penyelenggaraan jaminan sosial.
Dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terkait pengalihan program layanan PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan, DJSN merekomendasikan implementasi skema multipilar dalam penyelenggaraan jaminan sosial.
Dengan skema ini, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan berperan menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan manfaat dasar, sedangkan Taspen dan Asabri berperan sebagai penyelenggara program kesejahteraan pegawai atau manfaat karyawan.
Anggota DJSN, Indra Budi Sumantoro, mengatakan, skema multipilar akan membuat pendanaan jaminan sosial semakin kuat. Kekuatan pendanaan akan jauh lebih baik ketimbang menerapkan skema fragmentasi atau segmentasi di mana penyelenggaraan jaminan sosial untuk pekerja swasta, aparatur sipil negara (ASN), serta anggota TNI/Polri dilakukan secara terpisah.
"Kami menggunakan hukum bilangan besar. Jaminan sosial program negara cakupan untuk seluruh penduduk, maka semakin melibatkan seluruh stakeholder, pendanaan akan semakin kuat. Tapi kalau fragmentasi itu berbahaya dari sisi kekuatan pendanaan karena dipecah-pecah berdasarkan profesi," ujar Indra kepada Bisnis, Senin (1/11/2021).
Dia menekankan ketahanan dana akan lebih baik bila manfaat dasar program jaminan pensiun sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun diberlakukan sama rata kepada seluruh pekerja swasta maupun pemerintahan.
Sementara itu, dalam skema multipilar, Taspen dan Asabri didorong menjadi penyelenggara program pensiun yang bersifat top-up, seperti halnya penyelenggara dana pensiun yang ada di perusahaan swasta. Manfaat tambahan bagi ASN dan TNI/Polri dapat diatur sendiri oleh masing-masing perseroan.
"Misal, di UU ASN dinyatakan manfaat pensiun diberikan ketika PNS mencapai usia pensiun, meninggal dunia, atau sakit dan tidak bisa melanjutkan pekerjaannya, terjadi pengurangan karyawan akibat penyederhanaan organisasi. Yang terakhir itu bisa di-cover oleh yang penyelenggara top-up benefit karena BPJS Ketenagakerjaan tidak cover itu. Jadi manfaat yang tertera di UU ASN dan tidak di-cover BPJS, bisa di-cover top-up provider," jelas Indra.
Di sisi lain, Taspen dan Asabri juga tidak perlu mengubah badan hukumnya menjadi badan hukum publik dalam bentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial karena tak lagi menyelenggarakan program jaminan sosial, bila skema multipilar diterapkan.
"Taspen dan Asabri bisa tetap jadi BUMN, tapi tidak boleh menyelenggarakan program jaminan sosial. Dia harus selenggarakan program top up. ASN dan anggota TNI/Polri wajib ikut sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, kalau opsi multipilar ini yang dipilih," kata Indra.
Adapun, MK pada Kamis (30/9/2021), dalam putusannya telah mengabulkan uji materi Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU No 24 Tahun 2011 (UU BPJS), yang dinilai berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusional para peserta Asabri. MK juga mengabulkan uji materi Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS yang diajukan para pensiunan Taspen.
Pasal-pasal tersebut mengamanatkan agar pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT Asabri (Persero), serta pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) kepada BPJS Ketenagakerjaan, dilakukan paling lambat 2029.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel