Bisnis.com, JAKARTA – Total pinjaman dari perbankan ke sektor-sektor berkelanjutan tercatat mencapai US$55,9 miliar atau setara Rp809,75 triliun. Capaian itu seiring meningkatnya komitmen dari perbankan dalam mendukung ekonomi hijau.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) global sustainability bond yang diterbitkan oleh emiten Indonesia mencapai lebih dari US$ 2,22 miliar atau Rp31,6 triliun dan portofolio blended finance mendapatkan komitmen US$2,46 miliar (Rp35,6 Triliun).
Hampir 50 persen bank di Indonesia, yang mewakili 91 persen total aset pasar perbankan, juga menunjukkan peningkatan komitmen dalam penerapan keuangan berkelanjutan. Hal tersebut diukur dari Laporan Keberlanjutan dari tiap-tiap bank.
PT Bank Central Asia Tbk., misalnya, telah menyalurkan kredit ke sektor-sektor berkelanjutan sebesar Rp143,1 triliun hingga kuartal III/2021. Perseroan mencatat jumlah tersebut naik 25 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan nilai tersebut berkontribusi 23,6 persen dari total portofolio kredit, di antaranya mencakup pembiayaan kepada sektor usaha kecil menengah (UKM), pengelolaan SDA, dan lahan yang berkelanjutan.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menunjukkan komitmen serupa. Sampai dengan September 2021, emiten bank dengan sandi BMRI ini menyalurkan kredit ke sektor berkelanjutan sebesar Rp187,4 triliun atau mencapai 23 persen dari total kredit perseroan.
“Pertumbuhan tertinggi terdapat pada pembiayaan ke sektor energi terbarukan [EBT] yang naik 108,43 persen secara year to date,” kata Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha saat dihubungi Bisnis, Rabu (3/11/2021).
Rudi menambahkan bahwa dari total pembiayaan tersebut, sebanyak lebih dari 90 persen debitur sudah memiliki sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk mendukung gerakan pemerintah dan regulator dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, serta meningkatkan keberlanjutan industri.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa otoritas memegang komitmen jangka panjang terhadap keuangan berkelanjutan untuk memastikan kelancaran transisi menuju ekonomi rendah karbon.
OJK turut memantau risiko terkait perubahan iklim serta krisis energi, yang menekan ekonomi global. Tingginya biaya transisi ke ekonomi rendah karbon membawa tantangan dalam mempercepat pembiayaan berkelanjutan di negara berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel