Bisnis.com, JAKARTA – Federal Reserve atau The Fed siap memulai tapering atau memperlambat laju pembelian aset berharga dalam waktu dekat. Simak beda tapering The Fed pada 2014 dan 2021.
Kebijakan ini bukan yang pertama dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) tersebut. Seperti diketahui, The Fed sebelumnya melakukan tapering pada 2014 yang didahului oleh perputaran tajam di pasar surat berharga (treasury). Hal tersebut sebagai dasar nilai dolas AS bisa naik tinggi.
The Fed secara luas diperkirakan akan segera memulai pelonggaran pembelian obligasi pemerintah senilai US$120 miliar. Melansir dari The India Times, berikut perbandingan kondisi tapering The Fed pada 2014 dan 2021. Benarkah bisa menaikkan nilai aset?
1. Waktu Tapering
Krisis dan resesi keuangan pada 2007-2009 membuat The Fed melakukan program pembelian obligasi US$85 miliar per bulan. Hal itu berlangsung dari Januari-Oktober 2014.
Sejak itu, neraca bank sentral telah menggelembung menjadi US$8,6 triliun karena pembuat kebijakan memangkas suku bunga mendekati nol dan meluncurkan serangkaian Tindakan.
Pemerintah AS turut mendukung pembelian obligasi bulanan ketika berjuang untuk mendukung ekonomi setelah pandemi Covid-19. Bank sentral mengakhiri pertemuan kebijakan moneter dan memutuskan memberlakukan tapering pada Rabu (3/11/2021) waktu setempat.
2. Dolar AS
Pada 2014, kebijakan moneter AS jauh dari kata hawkish. Sementara itu, bank sentral Eropa, Jepang, dan negara lain berada pada lintasan ultra-dovish. Saat itu, The Fed membatasi pembelian obligasinya sedangkan ekonomi negara lain masih ada stimulus.
Melebarnya obligasi Treasury AS dengan pemerintah di negara lain membantu memicu kenaikan dolar hampir 13 persen terhadap banyak mata uang arus utama pada 2014.
Jika mengacu pada kondisi pandemi Covid-19, gambaran kebijakan moneter global berbeda. Beberapa investor bertaruh bahwa bank sentral di Inggris, Kanada, dan lainnya kemungkinan akan segera menaikkan suku bunga untuk memerangi lonjakan inflasi global.
Menurut analis, tanda-tanda bahwa The Fed lebih khawatir tentang inflasi daripada yang telah ditunjukkan sebelumnya, dapat mendorong suku bunga AS dan berpotensi mendukung greenback.
3. Hasil Obligasi
Imbal hasil obligasi meroket lebih tinggi pada 2013. Hal itu terjadi setelah kepala The Fed Ben Bernanke menyinggung pemikiran pembuat kebijakan tentang rencana untuk menarik kembali dukungan moneternya dalam penampilan di hadapan anggota parlemen.
Kali ini, Ketua Fed Jerome Powell telah mencoba mempersiapkan agar pasar berjaga-jaga sebelum memulai tapering. Melihat pasar obligasi AS yang terus mengalami perputaran beberapa pekan terakhir, para investor percaya bahwa bank sentral harus lebih hawkish untuk bangkit melawan inflasi.
Sementara itu, kenaikan imbal hasil di tengah ekspektasi kebijakan moneter yang lebih ketat dan pertumbuhan yang pulih kembali telah menempatkan pasar obligasi AS di jalur untuk tahun terburuk sejak 2013. Hasil bergerak berbanding terbalik dengan harga.
4. Saham
Indeks S&P 500 berdiri mendekati rekor tertinggi ketika The Fed memulai penurunannya pada 2014 dan terus mencapai puncak baru setelah pelonggaran dimulai.
Meskipun hari ini juga saham mencatat rekor, valuasi telah menggelembung selama bertahun-tahun. Dampaknya, membuat beberapa investor khawatir bahwa beberapa area pasar, termasuk pertumbuhan besar dan saham teknologi yang merupakan bagian besar dari S&P 500, mungkin lebih rentan terhadap hasil yang lebih tinggi dan sikap kebijakan moneter yang lebih hawkish.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel