Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah bank kecil saat ini masih fokus memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun pada akhir Desember 2022.
Peraturan ini sebagai implementasi dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Meski tenggat pemenuhan masih cukup lama, bagaimana prospek bank kecil dengan adanya peraturan ini?
Menanggapi hal tersebut, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan prospek bank kecil di sisa tahun ini dan tahun depan masih menarik.
“Prospeknya masih menarik karena investor, terutama bank-bank besar juga masih mencari bank-bank kecil untuk ekspansi bisnis,” kata Trioksa kepada Bisnis, Jumat (5/11/2021).
Trioksa melihat, mulai banyak investor yang melirik bank-bank kecil terutama dengan adanya regulasi mengenai modal minimum. “Mau tidak mau, bank kecil harus mendapat suntikan modal bagi investor,” imbuhnya.
Trioksa menuturkan bahwa terdapat kriteria bank kecil yang menarik perhatian para investor, yakni bank kecil yang sehat dan memiliki fundamental yang baik, serta siap untuk masuk ke dalam transformasi digital.
“Bagi investor, banknya tergolong sehat, kinerja keuangan positif, kredit macet yang rendah dan sudah memiliki sistem yang baik dan didukung SDM yang kompeten dalam operasional bank,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Trioksa, daya tarik digitalisasi di industri keuangan juga membuat bank-bank kecil masih menarik, terutama jika masih memiliki harga yang murah dan dapat diubah menjadi bank digital.
Sedikit berbeda, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira melihat prospek pada akhir tahun ini kemungkinan bank-bank kecil meminta keringanan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kalau saya lihat, akhir tahun ini mungkin ada bank-bank kecil yang meminta keringanan kepada OJK agar ditambah syarat modal intinya, ditambah perpanjangan waktu. Bagaimana caranya? Apakah harus menerbitkan saham baru, pelepasan saham baru, atau mau enggak mau melikuidasi,” kata Bhima kepada Bisnis, Jumat (5/11/2021).
Pasalnya, Bhima menilai bank-bank kecil memiliki beberapa permasalahan, baik dari sisi internal maupun eksternal.
Bhima mengatakan, ada bank kecil yang bersedia untuk melepaskan saham dan menjadi bagian dari ekosistem digital, tetapi tidak sedikit juga yang alot dalam hal negosiasi.
"Bank-bank kecil itu shareholder atau pemegang sahamnya itu relatif alot dalam hal menegosiasi, sehingga proses akuisisi itu lama banget. Itu yang membuat bank kecil ada yang enggak menarik,” ujarnya.
Artinya, lanjut Bhima, tidak semua bank kecil menarik untuk diakuisisi atau disuntik modal baru dari pemilik saham yang baru.
Bhima berpendapat, terdapat beberapa kriteria bank kecil untuk bisa mendapatkan investor. Pertama, biaya operasional terhadap pendapatan operasional efisien atau memiliki BOPO yang rendah.
Kedua, memiliki manajemen risiko yang bagus. Dengan memiliki manajemen risiko yang bagus, maka bank kecil bisa mengendalikan portofolio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Ketiga, memiliki budaya kerja yang bagus.
Keempat, adanya kemauan untuk melakukan digitalisasi. “Berikutnya terkait dengan manajerial, termasuk juga bagaimana pengawasan dari pemegang saham. Itu yang akan jadi kriteria,” sambungnya.
Umumnya, kata Bhima, bank kecil juga harus memiliki segmentasi produk yang menarik. Misalnya, bank kecil bermain di sektor usaha mikro atau UMKM. Kemudian, relatif bagus hubungan terhadap nasabah dan memiliki risiko kredit yang kecil.
“Ini pasti bagus nih, banyak bank-bank besar yang mau mengakuisisi bank-bank kecil karena mereka mau masuk ke segmen UMKM atau mikro. Daripada dia main dari baru, bentuk tim di internal banknya mahal, lebih baik akuisisi bank-bank kecil,” ujarnya.
Sementara, dari kacamata investor, bank-bank kecil dinilai menarik apabila memiliki potensi pertumbuhan yang cukup cepat dan relatif agile. Menurut Bhima, investor biasanya ingin mengakuisisi bank kecil untuk melengkapi unit bisnis ataupun melengkapi ekosistem digital.
Jika melihat tren sekarang, lanjut Bhima, aksi konglomerasi akuisisi dan membeli saham-saham bank kecil tersebut yang kemudian berpotensi mengubah menjadi bank digital.
“Karena potensi penyaluran pinjaman online-nya besar, ataupun untuk masuk ke fee based income, yaitu dengan cara, misalnya, penawaran produk reksa dana, produk asuransi pasar saham melewati aplikasi bank digital. Jadi, itulah yang sebenarnya investor mau ke sana,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel