Gede-gedean Berburu Dana via IPO, Apa Untung dan Risikonya?

Bisnis.com,12 Nov 2021, 20:21 WIB
Penulis: Dwi Nicken Tari
Karyawan melintas di depan layar pergerakan saham di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (29/4/2019)./ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA - Deretan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) beremisi jumbo pada akhir tahun ini dinilai bisa diserap pasar. Namun demikian, tantangan tetap membayangi aksi korporasi di pasar modal tersebut.

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menilai para calon emiten yang melakukan fund raising lewat IPO bernilai jumbo cenderung sudah memiliki investor utama (anchor investor) sehingga berani mengeksekusi aksi korporasi tersebut.

“IPO BUKA telah menjadi benchmark yang sangat baik bagaimana minat investor institusi baik asing maupun domestik sangat bagus dan ini saya yakini sebagai optimisme pasar terhadap kondisi makro Indonesia ke depan,” kata Alfred kepada Bisnis, Jumat (12/11/2021). 

Adapun, optimisme penyerapan pasar juga seiring dengan bertambahnya jumlah investor di pasar modal. Seperti diketahui, saat IPO BUKA terjadi penawaran berlebih atau oversubscribed dari investor ritel di pasar perdana padahal jumlah saham yang ditawarkan relatif besar.

Adapun, kontribusi investor ritel telah meningkatkan nilai transaksi harian secara signifikan di Bursa Efek Indonesia. Seterusnya, hal itu tercermin oleh kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terpantau terus menguat mencapai level-level tertinggi.

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup turun 0,60 persen menjadi 6.651,05 pada akhir perdagangan Jumat (12/11/2021). Namun sejak awal tahun harga menguat 11,24 persen dan secara tahunan IHSG melesat 30,33 persen.

Lebih lanjut, Alfred mengingatkan tantangan bagi IPO jumbo ini tetap berasal dari penetapan harga dan jumlah dana yang didapatkan bakal sesuai ekspektasi atau tidak.

“Tantangan berikutnya dan menjadi tantangan terberat menurut saya adalah merealisasikan komitmen utama yaitu meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dari kinerja sahamnya baik nilai sahamnya dan juga likuiditas perdagangannya,” tutur Alfred.

Belakangan ini, Alfred mengingatkan, tidak sedikit saham-saham yang setelah listing kemudian menjadi saham tidur atau tidak likuid dan bahkan ada pula saham-saham yang tidak memiliki nilai yang wajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farid Firdaus
Terkini