Bisnis.com, JAKARTA — Bisnis pinjaman online diproyeksikan tetap prospektif meskipun Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan aktivitas pinjaman tersebut haram. Keputusan MUI justru memberikan kejelasan di kalangan masyarakat.
Pinjaman online (pinjol) merupakan salah satu dari 12 bahasan MUI dalam acara rutin Ijtima Ulama ke-7. MUI pun menetapkan fatwa aktivitas pinjaman online haram, dikarenakan terdapat unsur riba.
“Kami justru berterima kasih sekali karena merekomendasikan fintech P2P berbasis syariah dan menegaskan pinjaman online ilegal itu haram. Semoga masyarakat luas makin yakin untuk menghindari platform-platform ilegal,” kata Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya kepada Bisnis, Jumat (12/11/2021).
Pria yang juga Direktur Utama platform fintech peer-to-peer (P2P) syariah PT Ethis Fintek Indonesia atau Ethis ini menambahkan preferensi masyarakat untuk menggunakan fintech P2P legal, baik konvensional ataupun syariah nantinya kembali kepada masing-masing.
“Pilihan untuk menjadi pendana maupun peminjam di fintech berbasis syariah maupun konvensional itu kembali ke masing-masing individu. Terpenting, jelas bahwa masyarakat hanya boleh bertransaksi di platform fintech legal, yang bisa menjaga etika bisnis dan operasional,” tambahnya.
Apalagi, MUI menjelaskan pada dasarnya perbuatan pinjam-meminjam atau utang-piutang merupakan bentuk akad ‘tabarru’ atau kebajikan atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan, sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Industri pinjol per September 2021, tercatat memiliki akumulasi penyaluran pinjaman dari 104 platform legal tumbuh positif ke Rp262,93 triliun atau meningkat 104,30 persen (year-on-year/YoY), sedangkan outstanding pinjaman pun tumbuh ke Rp27,48 triliun atau tumbuh 116,18 persen (YoY).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik semangat Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menyepakati hukum pinjol dari industri pembiayaan konvensional maupun tekfin P2P lending.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menjelaskan fatwa tersebut masih relevan karena sistem keuangan di Indonesia masih menganut dual system, yang masih memungkinkan pinjaman online maupun offline memiliki karakteristik konvensional atau syariah.
“Kami mengartikan semangat MUI kaitannya dengan praktik yang diharamkan itu yang selama ini dilakukan oleh pinjol ilegal. Ini sudah menjadi perhatian juga dari Presiden, OJK, bersama Kementerian dan pihak kepolisian untuk memberantas praktik suku bunga yang mencekik dan debt collector yang melanggar hukum,” ungkapnya, Jumat (12/11).
Sekadar informasi, MUI juga resmi mengharamkan aktivitas pinjol terkait dengan ancaman fisik dalam penagihan dan membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang. Pinjol ilegal kerap melakukan praktik ini karena dengan leluasa mencuri data pribadi nasabah.
Sementara itu, pinjol legal yang berizin dan diawasi oleh OJK tidak akan melakukan praktik pencurian data kontak telepon atau galeri di ponsel nasabah seperti yang dilakukan pinjol ilegal, karena fintech P2P lending hanya diperkenankan mengakses ‘camilan’ atau camera, microphone, & location saja.
OJK menilai asosiasi pinjol resmi, yaitu AFPI sudah berlaku baik, karena telah mengakomodasi saran OJK lewat memangkas bunga maksimal pinjaman. Tepatnya, dari maksimal 0,8 persen per hari menjadi 0,4 persen per hari, demi meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap fintech P2P lending legal.
“Kami bicara dengan AFPI yang akhirnya mereka sepakat platform pinjol legal menekan suku bunga lebih rendah 50 persen. Saat ini, OJK juga sedang menyiapkan penataan ulang ekosistem pinjol legal, mulai dari permodalan, fit and proper, manajemen risiko, dan lain-lain supaya industri lebih sehat,” tambahnya.
AFPI juga berencana berkolaborasi dengan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) membentuk satuan tugas gabungan untuk mengatasi layanan pinjol ilegal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel