Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pembiayaan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (Adira Finance) akan kembali memeriahkan penerbitan surat utang korporasi di Tanah Air mulai awal periode 2022.
Sebagai informasi, pemain industri pembiayaan (multifinance) yang sebelumnya rajin menggelar emisi obligasi sebagai bekal aktivitas pembiayaan konsumen, masih menahan diri selama era normal baru.
Emiten berkode ADMF ini termasuk sebagai gambaran tren industri, karena hanya sekali menggelar penerbitan pada kisaran awal semester II/2021, yaitu Obligasi Berkelanjutan V Adira Finance Tahap II Tahun 2021 senilai Rp1,3 triliun dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan IV Adira Finance Tahap II Tahun 2021 senilai Rp200 miliar.
Senada, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggambarkan penerbitan surat utang industri multifinance masih terus dalam fase penurunan 26,5 persen (year-on-year/yoy) dari Rp60,7 triliun pada September 2020 menjadi Rp44,58 triliun pada September 2021.
Penyebab utamanya jelas karena permintaan penyaluran pembiayaan yang masih belum setara dengan periode sebelum pandemi. Namun, pada waktu bersamaan, hal ini juga terdorong tren sumber pendanaan dari pinjaman perbankan yang melimpah dan murah, karena fenomena likuiditas berlebih.
Khususnya bagi multifinance yang merupakan anak usaha perbankan itu, akan diprioritaskan menjadi wadah penyaluran kredit mereka, baik dengan skema pembiayaan bersama (joint financing/JF) maupun executing.
Direktur Keuangan Adira Finance I Dewa Made Susila mengakui bahwa strategi untuk memperbesar porsi pendanaan lewat pasar modal baru tampak memungkinkan di tahun depan, tepatnya bergantung kondisi perekonomian selepas pandemi Covid-19.
"Kita berharap pandemi terus mereda, dan kalau pembiayaan mulai tumbuh, Adira Finance pasti masuk ke pasar modal lagi tahun depan. Apalagi, tiap tahun kita biasanya [menerbitkan surat utang] dua-tiga kali, ya, tahun ini saja yang cuma sekali," jelasnya dalam wawancara khusus kepada beberapa media selepas gelaran Gebyar Adira Kreasi 2021 di Taman Lumbini, Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, dikutip Senin (15/11/2021).
Sebagai gambaran, total pinjaman eksternal ADMF dari surat utang dan pinjaman bank (dalam negeri dan luar negeri) turun 42,1 persen (yoy) menjadi Rp11,9 triliun di September 2021. Porsi pendanaan eksternal dari kedua sumber tersebut persentasenya sebesar 50:50.
Apabila dibandingkan dengan sepanjag 2020, pinjaman eksternal ADMF masih mencapai Rp16,8 triliun, porsinya dari pinjaman bank dalam dan luar negeri 54,5 persen atau Rp9,13 triliun, sementara obligasi dan sukuk 45,5 persen atau Rp7,6 triliun.
Sebaliknya, pembiayaan bersama ADMF dari induk usaha, PT Bank Danamon Tbk. (BDMN) per September 2021 mewakili 44 persen dari total piutang yang dikelola sebesar Rp39,9 triliun, atau berada di kisaran Rp17,5 triliun.
Porsi ini masih mirip apabila dibandingkan dengan periode 2020, di mana porsi pembiayaan bersama ADMF mencapai 19,2 triliun dari total piutang yang dikelola sebesar Rp44 triliun.
Namun demikian, strategi ini berhasil membawa gearing ratio ADMF pada kuartal III/2021 ini telah mengalami perbaikan menjadi 1,4 kali dari sebelumnya 2,7 kali. Artinya, ADMF memang masih memiliki ruang gerak yang cukup untuk melakukan ekspansi saat pasar pulih kembali.
"Selain punya induk bank, rating kita triple-A. Keberagaman sumber pendanaan itu sangat memungkinkan. Perlu diingat, bagi multifinance yang punya akses ke pasar modal, pinjaman dari sana itu lebih murah ketimbang dari perbankan, dan itu bagus buat kita. Kalau penjualan naik, kita berencana memperbesar obligasi. Pinjaman luar negeri juga, terutama dari grup [MUFG Bank, Ltd, pemegang saham utama Bank Danamon]," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel