Pemerintah Ingin Kerek Permintaan Pakaian Lokal Lewat Safeguard

Bisnis.com,19 Nov 2021, 20:22 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Ilustrasi. Gerai H&M pertama di Bali yang terletak di Mal Bali Galeria/Bisnis.com-Natalia Indah Kartikaningrum

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap permintaan dari produsen lokal akan meningkat sejalan dengan penerapan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard pada produk pakaian dan aksesoris impor mulai 12 November 2021.

Tindak pengamanan sendiri dilakukan setelah industri pakaian dan aksesori dalam negeri mengalami kerugian seiring dengan tingginya impor produk-produk tersebut. Dengan menambah bea masuk, pemerintah berharap industri dalam negeri bisa melakukan pemulihan.

“Kami berharap dengan adanya BMTP ini, demand terhadap produk-produk pakaian dan aksesoris pakaian dalam negeri akan meningkat, karena dapat bersaing secara adil dengan produk-produk impor dengan tingkat kualitas yang sama bahkan lebih baik,” kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh, Jumat (19/11/2021).

Elis mengatakan BMTP selama 3 tahun dimaksudkan agar selama jangka waktu pengenaan, industri dalam negeri dapat melakukan penyesuaian struktural. Dengan demikian, industri siap bersaing dengan barang impor ketika safeguard berakhir.

Dia menjelaskan terdapat beberapa program yang disiapkan pemerintah untuk menjamin pemulihan industri tekstil dan produk tekstil selama pemberlakuan safeguard. Di antaranya adalah penguatan sektor hulu dan antara TPT, penguatan rantai nilai, melanjutkan program restrukturisasi mesin/peralatan industri TPT, dan peningkatan kompetensi SDM industri TPT.

Terpisah, Pelaku usaha ritel menyuarakan keberatan atas pemberlakuan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard atas 134 pos tarif produk pakaian dan aksesori. Kebijakan ini dinilai bakal berimbas pada pemulihan industri ritel dan mengurangi daya tarik wisata belanja Tanah Air.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo) Handaka Santosa mengkritisi regulasi yang tidak secara spesifik menyasar produk impor yang menjadi pesaing produk lokal.

“Kendalanya sebetulnya pelaksanaannya tidak tepat karena tidak menyasar langsung [produk] apa yang berpotensi menjadi pesaing produk lokal," kata Handaka, Jumat (19/11/2021).

Dia menjelaskan bahwa impor produk garmen terdiri atas dua jenis, yakni impor garmen yang dilakukan secara massal dengan harga murah dan impor garmen produk bermerk seperti Gucci, Chanel, Uniqlo, Mango, dan H&M.

“Kalau barang bermerek sebenarnya tidak gampang untuk diimpor masuk ke suatu negara seperti garmen murah tadi. Harusnya yang dihambat itu yang garmen masal. Namun peraturannya dikenakan ke semua. Tentunya menimbulkan akibat negatif,” kata dia

Handaka yang juga menjabat sebagai CEO SOGO menilai kebijakan ini bisa menyebabkan harga barang bermerek lebih mahal dan kurang kompetitif dibandingkan dengan harga di negara tetangga, misalnya Singapura. Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa mengganggu upaya menarik konsumen asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini