Top 5 News Bisnisindonesia.id: BI Ingin Kredit Bank Turun hingga Simalakama PPKM Level 3 Saat Nataru

Bisnis.com,19 Nov 2021, 10:36 WIB
Penulis: Febrina Ratna Iskana
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memaparkan materi saat acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (3/12/2020). Bisnis

Bisnis, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 3,50 persen, yakni level terendahnya sepanjang sejarah. BI berharap langkah keputusan tersebut dapat diikuti kalangan perbankan untuk menekan bunga kredit.

Perbankan untuk melanjutkan penurunan suku bunga kredit (SBDK) atau prime lending rate. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kredit kepada dunia usaha untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Pada kenyataannya, proses transisi antara penurunan suku bunga acuan dengan suku bunga kredit perbankan relatif lambat. Tak heran jika BI kembali merayu perbankan untuk menurunkan bunga kredit dengan mempertahankan suku  bunga acuan.

Bank sentral tersebut memproyeksikan dengan tingkat suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (7 DRR) saat ini, ruang bagi penurunan ruang penurunan suku bunga kredit ke depan masih akan terbuka.

Berita mengenai upaya BI untuk mendorong perbankan menurunkan bunga kredit menjadi salah satu berita pilihan editor Bisnisindonesia.id. Selain berita dari sektor finansial, redaksi Bisnisindonesia.id juga menyajikan beragam berita ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik.

Berikut intisari dari setiap berita pilihan:

1.Suku Bunga BI Tak Berubah di Tengah Inflasi Produsen

Bank Indonesia memutuskan suku bunga acuan tak berubah untuk kesembilan kalinya, meskipun inflasi harga di tingkat produsen merayap naik. Keputusan itu diambil oleh bank sentral untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Rapat Dewan Gubernur BI yang berlangsung 17-18 November memutuskan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap 3,5 persen, level terendah sepanjang sejarah yang diperkenalkan bank sentral sejak Februari 2021. Bersamaan dengan itu, suku bunga deposit facility tetap 2,75 persen dan suku bunga lending facility 4,25 persen.

Di sisi lain, inflasi harga produsen berada dalam tren kenaikan sejak kuartal IV/2020. Badan Pusat Statistik merekam inflasi produsen mencapai 7,3% (year on year) pada kuartal III/2021, padahal kenaikan pada kuartal I/2021 hanya 3,1% (yoy).

Inflasi paling tinggi terjadi terutama pada subsektor pertambangan; perkebunan; industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak; industri karet, plastik dan hasilnya; serta industri pupuk.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan inflasi di tingkat produsen belum berpengaruh pada inflasi di tingkat konsumen. Bank sentral cenderung mempertimbangkan indeks harga konsumen dalam menyusun kebijakan. Inflasi harga konsumen sepanjang tahun berjalan (Januari-Oktober) 0,9% atau masih di bawah sasaran BI.

BI tetap pada perkiraan inflasi pada akhir tahun akan sesuai sasaran pada kisaran 2 persen hingga 4 persen. “Meski terjadi kenaikan permintaan, ketersediaan penawaran agregat masih memadai sehingga tidak terpengaruh ke inflasi konsumen, juga ke inflasi inti atau inflasi fundamental,” jelasnya.


2. Rayuan Bank Indonesia Demi Penurunan Suku Bunga Kredit Bank


Bank Indonesia (BI) kembali memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 3,50 persen. Bank sentral itu pun berharap rendahnya suku bunga acuan diikuti penurunan bunga kredit bank.

BI kembali menyuarakan himbauannya kepada kalangan perbankan untuk lebih menekan bunga kredit mereka. Gubernur BI Perry Warjiyo punya empat alasan bagi perbankan untuk menurunkan bunga kredit. 

Pertama, likuiditas yang sangat longgar. Kedua, BI masih akan menempuh kebijakan suku bunga rendah. Ketiga, perbedaan antara suku bunga kredit dengan suku bunga dana yang masih tinggi. Keempat, persepsi risiko yang menurun.

“Demikian juga pertumbuhan kredit ke depan akan meningkat, baik dari sisi penawaran kredit oleh perbankan, terutama dari kenaikan permintaan kredit oleh dunia usaha. Itulah faktor yang menurut kami, pertumbuhan kredit akan lebih tinggi,” kata Perry dalam konferensi pers virtual Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (18/11).

Menanggapi hal itu, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Aestika Oryza Gunarto menuturkan bahwa BRI tetap membuka ruang untuk penyesuaian suku bunga baik simpanan maupun pinjaman.

3. Simalakama PPKM Level 3 Saat Nataru

Kebijakan PPKM Level 3 secara serentak nasional pada momen libur Natal dan Tahun Baru kembali menjadi batu pengganjal yang memberatkan bagi bisnis pusat perbelanjaan. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan para pengelola mal keberatan dengan rencana penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 pada 24 Desember 2021—2 Januari 2022.

“Sebaiknya tidak diperlukan untuk memberlakukan pembatasan sesaat. Berdasarkan pengalaman selama ini ternyata tidak efektif dan akan kembali memberatkan dunia usaha,” katanya, Kamis (18/11/2021).

Alphonzus berpendapat yang diperlukan saat ini adalah penegakan ketat atas protokol kesehatan. Pembatasan yang bersifat sesaat dia nilai tidak efektif karena memicu masyarakat mencari alternatif untuk menghindari berbagai pembatasan yang diberlakukan.

“Masyarakat akan mencari berbagai alternatif yang justru lebih berisiko dikarenakan di luar jangkauan pengawasan dan cenderung tidak ada pemberlakuan protokol kesehatan,” katanya.

Alphonzus sendiri belum bisa memperkirakan dampak dari pemberlakuan PPKM level 3 bagi bisnis pusat perbelanjaan. Dia mengatakan pelaku usaha masih menunggu detail kebijakan.

Kementerian Perdagangan sebelumnya juga mengingatkan pelaku usaha dan masyarakat untuk berhati-hati dalam menjalankan aktivitas perdagangan pada pengujung 2021. Pelonggaran aktivitas yang mulai diterapkan seiring penurunan kasus berisiko jadi bumerang jika tidak disertai dengan penerapan protokol kesehatan.

4.Misi Memikat Konglomerat Korsel


Gandi Sulistiyanto, profesional yang kenyang pengalaman di dunia bisnis, dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Duta Besar RI untuk Korea Selatan kemarin. Tugas ini menandai langkah barunya untuk mengabdi sepenuhnya kepada negeri.

Dia pun mendapat amanah dari Kepala Negara untuk berburu investor dari Negeri Ginseng. Bisnis pun berkesempatan mewawancarai mantan Managing Director Sinar Mas tersebut. 

Dalam sesi wawancara, Gandi menjelaskan alasan utama dia bersedia mengemban tugas sebagai duta besar di Korsel. Dia menuturkan bahwa tugas sebagai duta besar merupakan kesempatan untuk berkarya bagi negara.

Dia pun harus bertransformasi menjadi pelayan publik sehingga kepentingannya lebih luas. Tidak sekadar kepentingan korporasi, tetapi juga kepentingan negara.

Selain itu, dia beralasan bahwa kesempatan sebagai duta besar bisa menjadi legasi untuk generasi muda di dunia usaha bahwa para profesional juga memiliki kesempatan menjadi pelayan publik, misalnya sebagai duta besar.

Di sisi lain, dia menuturkan beberapa tugas yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo. Salah satunya yaitu membawa investasi sebanyak-banyaknya dari Korea Selatan ke Indonesia. Hal itu didukung oleh kerja sama Indonesia dan Korea Selatan yang tertuang dalam perjanjian Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA)

Perjanjian tersebut bakal membebaskan bea masuk beberapa produk dari kedua negara. Dengan begitu, perdagangan kedua belah pihak atau kedua negara akan meningkat demikian pesatnya. Untuk membaca secara lengkap wawancara dengan Gandi Sulistiyanto, pembaca dapat menekan tautan dalam judul berita ini.

5. Bisnis Perjalanan Diproyeksi Pulih Penuh 2024

Bisnis perjalanan diperkirakan baru pulih penuh pada 2024 setelah anjlok 21% tahun lalu menjadi US$754 miliar akibat pandemi Covid-19.

Global Business Travel Association melihat gangguan pada bisnis perjalanan masih berlangsung tahun ini karena tingkat vaksinasi yang tidak merata dan permasalahan rantai pasok. Perlambatan industri ini juga terjadi seiring dengan sulitnya perusahaan maskapai bertahan menghadapi tekanan pandemi Covid-19.

Dilansir CNBC International, asosiasi itu memperkirakan nilai bisnis perjalanan tahun depan akan mencapai US$1 triliun atau tumbuh 37%. Adapun, belanja industri perjalanan global anjlok hingga 54% menjadi US$661 miliar pada 2020, dari US$1,4 triliun pada 2019. China dan Amerika Serikat diperkirakan akan memimpin bisnis perjalanan pada tahun ini dengan pertumbuhan mencapai 30%.

Sebelumnya, dikutip Bisnis.com dari Bloomberg, sejumlah korporasi besar di Asia, Amerika, dan Eropa memangkas alokasi belanja perjalanan dinas hingga 84%. Sebuah survei yang dilakukan oleh Bloomberg kepada 45 perusahaan menunjukkan mereka memotong sekitar 20%-40% anggaran perjalanan mereka dan dua pertiganya memangkas, baik pertemuan langsung dan tidak langsung.

Pemangkasan tersebut dilatarbelakangi oleh alasan efisiensi yang ditawarkan perangkat lunak virtual, penghematan biaya, dan pengurangan emisi karbon. Berdasarkan estimasi Global Business Travel Association, anggaran perjalanan bisnis akan menurun menjadi US$1,24 triliun pada 2024 dibandingkan sebelum puncak pandemi pada 2019 yang mencapai US$1,43 triliun.

Demikian berita-berita pilihan dari bisnisindonesia.id. Selamat membaca!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Febrina Ratna Iskana
Terkini