Hadapi Krisis Logistik Global, Pemerintah Kumpulkan Data Kebutuhan Ruang Kapal untuk Ekspor

Bisnis.com,23 Nov 2021, 20:26 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Ilustrasi kapal kontainer/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan terus berupaya mengakomodasi kebutuhan ruang kapal untuk ekspor, di tengah tantangan logistik global yang berlanjut.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Didi Sumedi mengatakan pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait terus berkoordinasi mencari solusi agar eksportir Indonesia tetap bisa melaksanakan ekspor.

“Untuk jangka pendek pemerintah lewat kolaborasi antarlembaga berbicara dengan MLO [main line operator] membahas mitigasi bersama soal biaya logistik yang tinggi. Jangan sampai terus merangkak dan berkepanjangan,” kata Didi, Selasa (23/11/2021).

Didi mengatakan bahwa sejauh ini pemerintah telah melakukan pendataan mengenai kebutuhan ruang kapal sampai ke tingkat perusahaan ekspor. Hal ini dilakukan dalam rangka sinkronisasi dengan jadwal pengapalan dan jumlah ruang yang disediakan masing-masing MLO.

Dampak pandemi yang sempat menekan perdagangan global pada 2020 telah membuat banyak MLO melakukan penyesuaian operasional. Menghadapi permintaan ruang pengapalan yang belum normal, lanjut Didi, banyak operator yang memutuskan melakukan efisiensi operasional.

“Misal untuk kapal yang space kapalnya rendah, daripada menarik biaya tinggi, MLO memutuskan tidak mengoperasikannya. Namun sekarang permintaan ruang kapal mulai naik, hanya saja supply belum pulih,” katanya.

Didi meyakini ketidakseimbangan ketersediaan ruang kapal dan permintaan bakal terurai secara bertahap mengikuti normalisasi perdagangan global. Selama kondisi logistik dunia belum mencapai keseimbangan baru, dia mengatakan pemerintah akan berupaya mengakomodasi akses ruang kapal bagi eksportir.

“Terutama bagi ekspor UMKM. Pada dasarnya MLO memerlukan kepastian berapa kebutuhan ruang agar mereka bisa menyesuaikan schedule kapalnya,” kata Didi.

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development/UNCTAD) dalam laporannya mengenai perdagangan maritim menyebutkan lonjakan biaya logistik global bisa memicu kenaikan harga barang impor sampai 10,6 persen dan barang di tingkat konsumen naik 1,5 persen secara global.

Risiko lebih besar mengancam negara kecil dan negara berkembang (SIDS) dengan kenaikan harga barang impor mencapai 24 persen dan di tingkat konsumen naik 7,5 persen. Simulasi UNCTAD memproyeksi situasi ini berlangsung di 198 negara sampai 2023.

Adapun barang-barang di tingkat konsumen yang bakal terimbas biaya logistik merupakan barang jadi impor dan produk manufaktur berbahan baku impor.

Lima kelompok produk yang mengalami kenaikan signifikan mencakup komputer, elektronik, dan produk optik (11,4 persen); furnitur (10,2 persen); tekstil dan produk dari tekstil (10,1 persen); produk karet dan plastik (9,4 persen); dan produk farmasi serta peralatan listrik (7,5 persen).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini