Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kurang 2 Syarat

Bisnis.com,24 Nov 2021, 21:19 WIB
Penulis: Muhammad Ridwan
PLTU Suralaya unit 8, dikenal juga sebagai PLTU Banten 1 Suralaya Operation and Maintenance Services Unit (OMU), terletak di sebelah timur PLTU Suralaya I-VII, Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Merak, Cilegon. /indonesiapower.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia perlu memenuhi 19 persyaratan yang diberikan International Atomic Energy Agency untuk memulai pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTU). Sejauh ini, Indonesia telah melalui 17 persyaratan.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan Indonesia telah menargetkan untuk mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir pada 2049 dengan target kapasitas yang akan terpasang pada akhir 2060 sebesar 40 gigawatt.

Menurutnya, 2 persyaratan tidak akan terlalu sulit untuk dipenuhi oleh Indonesia. Adapun, 1 syarat yang belum dipenuhi Indonesia adalah kebijakan politik. Menurutnya hal itu tinggal menunggu arahan presiden untuk memulai pembangunannya.

"Political will, itu sangat mudah tinggal presiden bicara untuk mulai," katanya dalam webinar Badan Logistik & Rantai Pasok Kadin Indonesia, Rabu (24/11/2021).

Rida menjelaskan persyaratan lainnya terkait dengan survei penerimaan masyarakat terhadap energi nuklir yang saat ini masih dilakukan survei oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

Survei penerimaan masyarakat terhadap pemanfaatan iptek nuklir secara nasional ini telah dilakukan mulai 2011 dan hasilnya mempunyai kecenderungan naik. Perolehan hasil survei menunjukkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTN pada 2011 adalah 49,5 persen, 2012 sebesar 52,9 persen, 2013 64,1 persen, 2014 adalah 72 persen, dan 2015 meningkat 75,3 persen.

"Acceptability dari masyarakat, yang saat ini masih survei dengan Batan tapi trennya membaik," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini