Kebijakan Baru Uni Eropa Ini Bikin Pengusaha Sawit Waswas

Bisnis.com,25 Nov 2021, 15:12 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Pekerja memuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, di Petajen, Batanghari, Jambi, Jumat (11/12/2020). Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memperkirakan nilai ekspor kelapa sawit nasional tahun 2020 yang berada di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak mengalami perbedaan signifikan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 20,5 miliar dolar AS atau dengan volume 29,11 juta ton. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha sawit merasa waswas terhadap proposal kebijakan baru Uni Eropa yang bakal menghambat ekspor produk sawit dan komoditas pertanian Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mempertanyakan standar yang akan dipakai UE dalam menentukan apakah suatu kawasan merupakan hasil deforestasi atau bukan.

“Itu adalah regulasi UE mengenai due diligence, yang pasti akan menjadi hambatan baru bagi produk sawit dan pertanian lainnya,” kata Joko, Kamis (25/11/2021).

Dia mengatakan kriteria perdagangan produk pertanian bebas dari kawasan deforestasi telah diterapkan lebih dulu oleh Britania Raya, termasuk untuk produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya asal Indonesia.

“Atas upaya Indonesia, standar due diligence diarahkan pada standar legalitas negara asal. Dalam hal ini ISPO [Indonesian Sustainable Palm Oil] untuk Indonesia,” tambahnya.

Joko berharap pemerintah Indonesia bisa melakukan perjuangan serupa bagi sawit dan produk pertanian lainnya yang masuk ke UE. Sebagaimana diketahui, Indonesia juga mengekspor kopi dan produk kayu ke kawasan tersebut.

“Pemerintah RI harus fight dengan rencana UE tersebut. Kasus di UK bisa jadi preseden,” kata Joko.

Seperti dilansir dari Bloomberg, Uni Eropa (UE) tengah menyiapkan regulasi baru bagi perusahaan-perusahaan yang memperdagangkan enam komoditas utama pertanian dalam upaya membendung deforestasi.

Proposal kebijakan yang diajukan Komisi Eropa menyebutkan bahwa perusahaan harus mengumpulkan koordinat geografis yang menunjukkan asal komoditas yang masuk ke pasar UE. Otoritas yang berwenang akan memastikan produk-produk yang masuk tidak berasal dari area hasil alih fungsi hutan atau kawasan bebas deforestasi.

“Ini tentang tanggung jawab kami sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia yang sayangnya turut memicu deforestasi dan degradasi lingkungan di kawasan lain,” kata Komisioner Lingkungan UE Virginijus Sinkevicius.

Regulasi ini bakal melarang masuknya komoditas pertanian dan turunannya jika diproduksi di lahan hasil deforestasi atau terdegradasi setelah 31 Desember 2020. Komisi Eropa menginginkan aturan ini menjangkau kedelai, daging sapi, minyak sawit, kayu, kakao, dan kopi, termasuk produk turunan seperti cokelat, produk kulit, dan furnitur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini