OJK Ungkap 5 Tantangan di Era Keuangan Digital

Bisnis.com,25 Nov 2021, 13:05 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida memberikan sambutan saat seminar nasional bertajuk Financial Sector 4.0: Synergizing Fintech and Financial Institutions di Jakarta, Selasa (13/11/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Para pelaku teknologi finansial (fintech/tekfin) dan regulator terkait harus mampu mengatasi setidaknya 5 tantangan di era ekonomi digital. 

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengungkap bahwa pihaknya selaku salah satu regulator pun terus berbenah dan beradaptasi, karena ke depannya pemain fintech bakal terus semarak dengan solusi yang juga makin beragam. 

"Tingkat penggunaan platform di masyarakat juga meningkat. Kalau kita lihat, sudah ada lebih dari 20 jenis layanan keuangan digital yang ditawarkan oleh kurang-lebih 355 fintech berdasarkan data AFTECH [Asosiasi Fintech Indonesia], termasuk yang berbasis syariah," ujarnya dalam diskusi virtual Bisnis Indonesia Financial Outlook 2022, Kamis (25/11/2021). 

Sebagai informasi, OJK mendapat peran sebagai regulator penyelenggara digital banking, fintech peer-to-peer (P2P) lending, securities crowdfunding (SCF), e-investment, dan klaster-klaster jasa keuangan lain yang masih termasuk ke inovasi keuangan digital (IKD/objek regulatory sandbox). 

Adapun, Bank Indonesia mengawasi e-payment, e-wallet, dan e-money; Bappebti buat crypto dan trading emas; Kementerian Perdagangan buat e-commerce, Kementerian Keuangan buat para fintech terkait perpajakan; Kementerian Sosial buat social crowdfunding; dan akan hadir dari Kementerian Koperasi dan UKM buat penyelenggaraan koperasi digital. 

"Dengan perkembangan ini, ada peluang tapi juga pasti ada tantangan di sektor jasa keuangan. Tantangan ini harus dihadapi dengan hati-hati dan seksama, termasuk oleh para regulator," tambah Nurhaida. 

Pertama, berkaitan dengan ruang lingkup risiko yang meluas, terutama berkaitan data dan keamanan. Kedua, tuntutan transformasi digital terkadang memaksa penyedia jasa keuangan digital terlalu mengandalkan pihak ketiga terkait penyedia layanan teknologi-informasi.

Kedua hal tersebut turut berperan pada tantangan selanjutnya, yaitu potensi kejahatan siber yang bakal meningkat, di mana hal ini merupakan jenis kriminal baru yang akan ada dan terus beriringan dengan kemajuan teknologi. 

"Hal ini patut ditandai sebagai tantangan tersendiri, karena ketergantungan terhadap layanan pihak ketiga akan memperbesar kemungkinan kebocoran data dan risiko siber lainnya. Inilah kenapa berbagai serangan seperti malware, phising atau pengelabuan, cyber pharming, dan lain-lain," jelasnya. 

Tantangan keempat, yaitu terkait pemerataan infrastruktur digital, di mana gap distribusi internet dan adopsi digital di beberapa daerah dan pedesaan di Indonesia sangat jauh dengan kondisi di kota besar.

Terakhir, yaitu paradigma fintech yang terkadang mengangkat isu-isu di luar lingkup pengawasan prudential atau kesehatan perusahaan/platform dari sisi penyelenggaraan bisnis, terutama soal perlindungan konsumen dan keamanan data konsumen. 

Oleh sebab itu, OJK sendiri terus memperbaiki pengawasan dan regulasi buat para pemain jasa keuangan digital lewat supervisor technology. Harapannya, inovasi dari para platform tetap berjalan beriringan secara seimbang dengan penyelenggaraan layanan yang baik dan keamanan pengguna yang tetap terjaga. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Azizah Nur Alfi
Terkini