Bulan Depan IHSG Diproyeksi Lebih Cerah, Cek Rekomendasi Sahamnya

Bisnis.com,28 Nov 2021, 20:29 WIB
Penulis: Rinaldi Mohammad Azka
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). /Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah sentimen diprediksi dapat membuat langit Desember 2021 lebih cerah dibandingkan dengan November bagi para pelaku pasar modal. Kendati demikian, awan hitam sentimen luar negeri masih mengintai.

Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menjelaskan sejumlah sentimen dalam negeri diprediksi akan menjadi katalis positif pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Desember 2021.

"Sentimen dalam negeri pertama, datang dari kenaikan harga komoditas karena global supply shock, akibatnya  rupiah menguat, daya beli konsumen naik," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (28/11/2021).

Kenaikan harga komoditas jelasnya, cenderung berdampak positif dengan kenaikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia atau pertumbuhan ekonomi.

Sentimen kedua, lanjutnya, datang dari kasus positif Covid-19 baru yang melandai signifikan, sehingga PPKM menjadi sangat minim. Dengan begitu, aktivitas ekonomi kembali dapat meningkat.

"Faktor internal lain yakni suku bunga real yield Indonesia paling tinggi di Asia, terima kasih terhadap inflasi yang rendah sehingga Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga acuan BI," katanya.

Dengan begitu, kebijakan moneter Indonesia masih dovish, yang secara teori membuat konsumen akan keluar untuk melakukan konsumsi lebih banyak.

Sentimen komoditas dan rendahnya kasus baru Covid-19 menurut Janson akan bagus untuk saham-saham old economy, seperti perbankan dengan ekspektasi terhadap pertumbuhan pinjaman lebih tinggi pada 2022 dibandingkan dengan 2021. Pilihannya jatuh pada saham BBRI, BBNI, BMRI, dan BBCA.

Saham old economy lain yang menarik yakni sektor otomotif dengan pilihan saham ASII, saham-saham retail dengan top pick pada MAPI dan ERAA.

Selanjutnya, saham-saham sektor konsumer dengan pilihan sahamnya ICBP dan UNVR, sektor telekomunikasi dengan saham ISAT dan TLKM. Sektor nikel dengan pilihannya INCO, dan batu bara pada saham ADRO.

Kendati demikian, Janson mengingatkan tetap ada risiko downside dari kenaikan inflasi global yang sejauh ini inflasi Indonesia masih sangat kecil. Inflasi global ini dapat memicu The Fed agresif menaikan suku bunga.

"Namun downside akan terbatas karena balance of payment Indonesia dan current account Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Downside lain ditemukannya varian baru di Afrika Selatan yang memicu PPKM lagi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini