Bisnis.com, JAKARTA - Bibit.id menilai musuh terbesar pelaku industri bukan kompetitor melainkan adalah praktik investasi bodong.
CEO Bibit.id. Sigit Kouwagam menggencarkan berbagai inisiatif edukasi dan literasi untuk mencegah masyarakat terjerumus dalam praktik investasi bodong.
“Musuh terbesar yang dihadapi oleh pelaku industri bukanlah kompetitornya, namun investasi bodong yang jelas-jelas menggunakan cara-cara yang salah dan merugikan masyarakat,” kata Sigit dalam siaran pers, Jumat (2/12/2021).
Dia menuturkan perusahaan aktif melakukan sosialisasikan melalui kanal-kanal informasi resmi lewat program-program seperti Live Instagram, acara webinar tentang pentingnya berinvestasi, kelas edukasi untuk memahami reksa dana, dan newsletter yang dikirimkan secara rutin kepada para penggunanya.
Selama tahun 2021, Bibit menyelenggarakan lebih dari 80 sesi edukasi kepada masyarakat. Selain itu, Bibit menyediakan live customer support 24/7 agar setiap pengguna yang ingin bertanya dan mengkonfirmasi investasi yang mencatut nama Bibit dapat dilayani dengan baik.
Bibit, lanjutnya, juga memiliki tim edukasi finansial yang beranggotakan mereka yang memiliki latar belakang dan keahlian di bidang investasi dan keuangan.
Dalam hubungannya dengan regulator, Sigit menuturkan secara aktif dan berkelanjutan melakukan koordinasi dengan Satgas Waspada Investasi OJK untuk melaporkan dan menindaklanjuti pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan atau mencatut nama Bibit untuk mengelabui masyarakat.
“Semua inisiatif yang Bibit lakukan dilakukan untuk menciptakan ekosistem keuangan digital yang aman, inklusif, dan bertanggung jawab sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat mulai membangun masa depan keuangan yang lebih baik dengan cara-cara investasi yang benar,” tutup Sigit.
Secara terpisah, Ketua Satgas Waspada Investigasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing menjelaskan ciri-ciri investasi bodong.
"Pertama, imbal hasil investasi yang diberikan atau dijanjikan berada di luar batas kewajaran dan biasanya diberikan dalam waktu singkat," ujarnya.
Kedua, adanya keharusan bagi investor untuk merekrut anggota yang lain. Ketiga, tidak dijelaskan di mana perusahaan berada, cara mengelola investasi, dan siapa pengurusnya.
Keempat, kegiatan investasi yang dilakukan menyerupai skema ponzi atau money game. Kelima, apabila berbentuk barang, barangnya berkualitas rendah.
Terakhir, bonus atau imbal hasil investasi hanya bisa dicairkan apabila kita merekrut atau mengajak anggota baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel