Penurunan Biaya Peti Kemas Perlu Kebijakan Komprehensif

Bisnis.com,06 Des 2021, 05:45 WIB
Penulis: Anitana Widya Puspa
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan yang komprehensif diperlukan untuk menjawab persoalan penurunan biaya peti kemas dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok seiring dengan rencana Pelindo menaikkan tarif PAS pada Januari 2022.

“Solusinya mestinya dipikirkan sebuah kebijakan yang komprehensif. Misalnya para pengusaha truk diberikan prioritas masuk tol. Kemudian tarif tol beda pada masa recovery. Sehingga nggak harus bersaing dengan kendaraan kecil di ruas jalan non tol,” ujar Head of Economic Research Samudera Indonesia Ibrahim Kholilul Rohman, Minggu (5/12/2021).

Selain itu, dia melihat perlunya penghitungan dan kajian terlebih dahulu terkait dengan kenaikan tarif PAS di pelabuhan terhadap kinerja keseluruhan logistik. Menurutnya, imbas kenaikan tarif tak hanya peningkatan di pelabuhan tetapi juga seluruh ekosistem logistik.

Dengan demikian, isu kenaikan tarif PAS juga memang tidak bisa dilihat dari konteks yang terpisah. Dari sisi operator pelabuhan dengan kondisi stagnasi tarif PAS sebelumnya juga membutuhkan peningkatan fasilitas dan perbaikan sarana infrastruktur. Oleh karena itu penaikan tarif PAS diperlukan supaya ada sumber pembiayaan dari Pelindo untuk menutup biaya yang telah dikucurkan tersebut.

Sementara itu, dari sisi pengusaha truk, kargo baru mulai rebound dan mereka menghadapi mahalnya biaya ekspor. Secara volume, paparnya, pada kuartal III/2021 sektor ini baru tumbuh tiga persen dibandingkan dengan pada 2020. Mahalnya biaya ekspor tersebut juga akibat mahalnya biaya keluar masuk pelabuhan di Jakarta dibandingkan dengan negara lain.

“Kondisinya, jalur komersial atau non komersial ke arah kota Tanjung Priok adalah truk kontainer bersaing dengan mobil pribadi maupun barang yang lain sehingga ritase harian truk di Indonesia secara rata-rata juga lebih rendah dibandingkan dengan Pelabuhan di negara tetangga, Malaysia dan singapura,” imbuhnya.

Dari Kawasan industri Bekasi ke Tanjung Priok, contohnya, paling banyak hanya sekali atau dua kali perjalanan truk karena faktor jarak dan tingkat kepadatan. Oleh karena itu, secara pendapatan, operator truk di Indonesia juga cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan jarak yang sama dengan operator lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anitana Widya Puspa
Terkini