BI Tegaskan Kebijakan Moneter pada 2022 Diarahkan untuk Pro Stabilitas

Bisnis.com,16 Des 2021, 15:58 WIB
Penulis: Maria Elena
Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan kebijakan bank sentral pada 2022 akan terus diarahkan untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas,” katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis (16/12/2021).

Di samping kebijakan moneter, Perry menyampaikan bahwa kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, pun akan tetap diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Di sisi global, Perry menyampaikan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global masih berlanjut di tengah pengumuman siklus pengetatan kebijakan moneter the Fed yang lebih cepat, serta penyebaran varian baru Covid-19.

Kondisi ini, kata dia, akan berdampak pada terbatasnya aliran investasi portofolio global ke Emerging Market, termasuk Indonesia, serta berdampak pada perkembangan tingkat imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dan nilai tukar rupiah.

Oleh karena itu, fokus utama dari arah kebijakan BI tahun depan adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. “BI yakin stabilitas nilai tukar rupiah adalah yang terpenting bagi ekonomi Indonesia,” jelasnya.

BI tidak akan segan melakukan langkah stabilisasi untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil guna mendukung pemulihan ekonomi, namun dengan tetap memperhatikan mekanisme pasar.

Strategi yang akan dilakukan BI adalah melalui kebijakan triple intervention, yaitu intervensi di pasar spot, pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder.

Langkah ini pun telah dilakukan BI sejak awal 2021, ketika tingkat imbal hasil US Treasury melonjak tinggi hingga mencapai sekitar level 1,7 persen dan tingkat imbal hasil SBN mencapai 6,8 persen.

Perry menambahkan, dengan bauran kebijakan BI serta kondisi fundamental Indonesia yang lebih baik, tercermin dari defisit transaksi berjalan yang rendah, bahkan diperkirakan surplus tahun ini, serta posisi cadangan devisa yang tinggi, maka dampak dari normalisasi kebijakan the Fed tidak akan terlalu besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Azizah Nur Alfi
Terkini