Bisnis.com, JAKARTA - Tekfin peer-to-peer (P2P) lending klaster produktif PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) optimistis jumlah pendana (lender) yang aktif mendanai para mitra binaannya bakal terus bertumbuh, didorong kesamaan visi dan tujuan untuk ikut memajukan perekonomian di wilayah pedesaan.
Katrina Inandia, Head of Sustainability Amartha menilai bahwa ciri khas pihaknya yang fokus memberikan pendampingan sekaligus pinjaman berkelompok kepada kaum ibu pelaku UKM di desa selaku borrower, merupakan pendorong utama untuk mendatangkan lender.
"Kalau lender yang memilih Amartha itu kebanyakan bukan tipe yang hanya cari cuan besar, tapi juga melihat impact sosial. Walaupun, Amartha juga bisa memberikan imbal hasil besar kalau mereka rajin melakukan pendanaan," ujarnya dalam agenda diskusi terbatas bersama media, Selasa (21/12/2021).
Terlebih, kesamaan visi ini turut diperkuat lewat upaya Amartha memberikan pendampingan usaha kepada para borrower. Dengan kata lain, lender bisa lebih tenang, karena Amartha sendiri ikut turun mendorong agar para borrower sanggup membayarkan cicilan.
Sebagai informasi, sejak berdiri sebagai fintech P2P lending, pendanaan Amartha telah mencapai Rp5,33 triliun kepada 935.840 mitra 'emak-emak' pelaku UKM. Terkhusus sepanjang 2021, Amartha menargetkan penyaluran mencapai Rp3 triliun dengan 800 ribu mitra aktif untuk membawa akumulasi jumlah mitra menembus 1 juta borrower.
Katrina menjelaskan pihaknya pun memahami bahwa nilai lebih dari suatu platform P2P lending di mata lender, salah satunya dilihat dari apakah platform terkait memiliki upaya atau program khusus untuk ikut menjadi penjamin dari gagal bayar.
"Amartha memilih nilai lebih tersebut lewat upaya pemberdayaan perempuan. Selain itu, kami akan menjaga dengan transparansi, semua lender bisa dilihat bagaimana kinerja investasi mereka dari platform kami, termasuk impact apa yang dihasilkan dari pendanaan mereka. Kemudian, costumer service kami ready setiap hari untuk menjawab segala pertanyaan," tambahnya.
Adapun, Amartha justru mempersilahkan para lender untuk mencoba sebanyak mungkin platform-platform fintech P2P lending lain untuk melihat sendiri kekurangan dan kelebihan, serta kecocokan dengan visi masing-masing.
Terpenting, setiap lender hanya memilih platform berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memastikan platform memiliki persentase tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman 90 hari (TKB90) yang tinggi, dan memiliki layanan asuransi untuk mengantisipasi apabila terdapat borrower yang gagal bayar.
Alhasil, setiap platform tinggal berusaha untuk menjangkau segmen borrower seluas mungkin. Salah satu upaya Amartha, yaitu menurunkan minimal pendanaan menjadi mulai dari Rp100.000.
"Sebelumnya satu lender, satu mitra, tapi sekarang start from 100.000 dan seperti crowdfunding, beberapa orang mendanai kebutuhan modal sebuah usaha mitra. Ini upaya kami menjangkau calon lender dari Generasi Z yang notabene pendapatannya masih minim, karena mayoritas lender eksisting Amartha itu tergolong milenial ke atas," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel