GMP Kemasan Daur Ulang Sudah Sampai Mana?

Bisnis.com,23 Des 2021, 06:06 WIB
Penulis: Reni Lestari
Seorang pekerja melakukan proses produksi minuman kemasan Nu Green Tea Royal Jasmine di pabrik PT ABC President Indonesia, Karawang, Jawa Barat, Rabu (16/4/2014). /Antara Foto-Wahyu Putro A.rn

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mendorong penggunaan bahan daur ulang dalam proses produksi manufaktur industri makanan dan minuman, tetapi regulasi standardisasinya belum sepenuhnya memadai.

Kementerian Perindustrian belum juga merampungkan regulasi good manufacturing process (GMP) kemasan daur ulang.

Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin Muhammad Taufiq mengatakan draf regulasi tersebut saat ini masih dalam pembahasan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Masih proses, masih ada konsep yang belum sinkron dengan aturan BPOM," kata Taufiq saat dihubungi, Rabu (22/12/2021).

GMP merupakan jaminan mutu selain Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar teknis serta dikerjasamakan antara Kemenperin dan BPOM. Sektor industri yang dapat menjadi pengguna awal GMP antara lain industri makanan, minuman ringan, dan air minum dalam kemasan (AMDK).

Penerbitan instrumen regulasi itu, selain akan menjamin konsumen terkait kelayakan konsumsi produk makanan minuman dengan kemasan daur ulang, juga berpotensi menjadikan pasar domestik lebih baik.

Adapun BPOM sejak 2019 telah menerbitkan pedoman dan kriteria plastik berbahan PET daur ulang yang aman untuk kemasan pangan.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Pridjosoesilo mengatakan aturan GMP itu dinantikan industri karena

dapat menjadi basis bagi BPOM untuk mengeluarkan izin penggunaan resin plastik PET daur ulang.

Meski mengaku mendukung upaya Kemenperin mewajibkan penggunaan bahan daur ulang dalam kemasan AMDK, masih diperlukan diskusi dengan pelaku usaha terkait persentasenya.

"Sebaiknya diskusi dulu dengan pelaku usaha, 1 persen [kewajiban penggunaan bahan daur ulang] ini siapkah untuk kami terapkan," ujarnya.

Sementara itu, Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mencatat adanya tumpang tindih standar dalam upaya pemerintah mendorong ekonomi sirkular dan industri hijau.

Kementerian Perindustrian mengeluarkan standar industri hijau (SIH), sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, atau disebut Proper.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini