Bisnis.com, JAKARTA - Bos platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya (Investree) meyakini bahwa kepercayaan pendana (lender) kepada suatu platform merupakan faktor penting untuk menjaga mereka bertahan sebagai pengguna aktif.
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengungkap buktinya dari 47.000 lebih unique lender Investree, hampir separuhnya terus melakukan pendanaan berulang kepada pelaku UKM selaku peminjam (borrower) yang ditawarkan Investree.
"Pemberi pinjaman perorangan atau lender ritel kami sampai Desember 2021 yang melakukan pendanaan berulang atau repeat lender mencapai 41 persen dari total," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (24/12/2021).
Kepercayaan ini dijaga lewat konsistensi menekan kredit macet. Selama enam tahun beroperasi sebagai fintech lending platform sektor produktif di Indonesia, Investree tetap mampu mempertahankan kredit macet hanya 1,8 persen.
Padahal, fasilitas pinjaman tersalurkan Investree telah mencapai Rp14,06 triliun kepada total 9.053 borrower. Terkini, porsi borrower aktif sebanyak 7.374 entitas memiliki outstanding Rp1,20 triliun, dan tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman 90 hari (TKB90) para borrower Investree pun tercatat masih bertahan di 99,41 persen per November 2021.
Menurut Adrian, salah satu pendorong pendanaan berulang juga disebabkan pandemi Covid-19, karena telah membuat minat pendanaan atau investasi di kalangan masyarakat meningkat, terutama karena perubahan dalam pengeluaran aktivitas tersier.
"Pandemi membuat banyak lender kelebihan dana, karena tidak banyak pengeluaran dari kebutuhan tersier. Pada akhirnya, dana 'nganggur' ini kerap dialokasikan oleh lender ritel untuk melakukan pendanaan berulang. Kami menyambut baik tren positif tersebut," jelasnya.
Selain itu, menurutnya alasan lender ritel melakukan pendanaan berulang, antara lain juga disebabkan karena lender mulai fokus untuk mendapatkan imbal hasil lebih dan berniat melakukan diversifikasi portofolio.
Oleh sebab itu, tim Investree akan terus menjaga performa aplikasi mobile dan laman web Investree, karena menjadi faktor penting berkaitan user experience, yang mengekspresikan komitmen bahwa platform berupaya memberikan layanan yang mudah dan cepat.
Adapun, dalam rangka melindungi keamanan dan kenyamanan lender dalam memberikan pinjaman, Investree bekerja sama dengan beberapa rekanan asuransi strategis. Lender bisa mendapatkan pengembalian maksimal 90 persen dari pokok pinjaman apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tapi tidak termasuk bunga dan denda keterlambatan.
Namun, pria yang juga dipercaya sebagai Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) ini mengungkap walaupun sudah ada fitur proteksi, ada satu bentuk edukasi yang selalu Investree upayakan bisa tertanam ke setiap lender, yaitu pentingnya memahami risiko pendanaan secara bijak.
Sejak pertama kali proses registrasi sampai ketika nantinya lender menandatangani 'Dokumen Perjanjian Memberikan Pinjaman', Investree tak henti-hentinya mengingatkan bahwa selayaknya aktivitas investasi pada umumnya, pendanaan melalui platform fintech P2P lending juga memiliki risiko.
"Ini juga bisa jadi salah satu alasan kenapa banyak lender melakukan pendanaan berulang, yaitu karena ada kepercayaan yang Investree berusaha tanamkan. Dengan mengetahui dan memahami risiko untuk mendanai secara cermat, harapannya lender dapat terhindar dari potensi kerugian saat memberikan pinjaman melalui Investree," ungkap Adrian.
Selain beberapa upaya di atas, Investree juga rajin menawarkan promosi kampanye khusus atau promo cashback, seperti #Pejuang6Tumbuh yang akan menguntungkan buat lender ritel.
Terakhir, Investree juga memiliki layanan Smartnotif yang merupakan layanan notifikasi untuk lender mengenai penawaran pinjaman yang dapat disesuaiman dengan profil risiko dan preferensi masing-masing lender.
"Fitur ini menerapkan algoritma tertentu yang membuat para lender mendapatkan notifikasi secara lebih efektif. Smartnotif ini tentu dapat meningkatkan kemudahan dan kepercayaan lender dalam menyalurkan pendanaan, sehingga juga meningkatkan peluang untuk terjadinya pendanaan ulang," jelasnya.
Sebagai informasi, dari total lender ritel Investree, mayoritas sebesar 49,1 persen memiliki demografi usia milenial, antara 20-30 tahun. Selanjutnya, 35,1 persen berusia 31 sampai 40 tahun, dan untuk usia 41 sampai 55 tahun mengambil porsi sebesar 11,2 persen, sisanya di luar usia tersebut.
Investree tergolong sebagai pemain fintech P2P lending teratas di klaster produktif di Indonesia. Tak heran apabila Investree telah berhasil berekspansi ke Filipina dan Thailand.
Startup fintech dengan valuasi di level 'centaur' ini terakhir kali menggelar putaran pendanaan di Seri C senilai US$23,5 juta dari modal ventura besutan MUFG dan BRI. Investor strategis Investree lainnya, antara lain Mandiri Capital, Endeavor Catalyst, Kejora Ventures, SBI Holdings, Persada Capital, dan 9F Fintech Holdings.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel