Bank Besar Melihat Masih Ada Potensi Pemangkasan Bunga Kredit Lanjutan

Bisnis.com,31 Des 2021, 21:57 WIB
Penulis: Rika Anggraeni & Dionisio Damara
Bunga Kredit. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Bank-bank besar berkomitmen menurunkan bunga kredit seiring dengan langkah otoritas moneter yang memangkas suku bunga acuan.

Diketahui, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang berada di level 3,50 persen sejak Februari 2021 hingga akhir tahun ini.

Kendati demikian, rendahnya suku bunga acuan tersebut dalam 10 bulan terakhir nyatanya belum terlaksana di tingkat suku bunga kredit perbankan. Saat ini, penurunan tingkat suku bunga kredit belum agresif, jika dibandingkan dengan pemangkasan suku bunga simpanan, terutama jenis simpanan dana deposito.

Bank Indonesia dalam laporan analisis perkembangan uang beredar, Kamis (23/12/2021), menyampaikan bahwa rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka mengalami penurunan pada seluruh jenis tenor.

Suku bunga deposito untuk tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan masing-masing turun menjadi 3,05 persen, 3,29 persen, 3,62 persen, 3,93 persen, dan 4,41 persen.

Di pasar uang dan pasar dana, misalnya, suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) dan 145 bps sejak November 2020 menjadi 2,79 persen dan 3,05 persen pada November 2021.

Sementara, di pasar kredit, penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok Bank, kecuali Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan, kondisi likuiditas perbankan per November 2021 sangat longgar. Hal ini tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 34,24 persen, serta DPK tumbuh 10,37 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Namun demikian, Perry mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih lambat daripada suku bunga deposito perbankan menyebabkan jarak antara suku bunga kredit dan deposito terus melebar. Sementara, margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan terus mengalami peningkatan.

“Oleh karena itu, Bank Indonesia memandang bahwa ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit masih cukup lebar,” jelas Perry, Kamis (16/12/2021).

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Sejumlah kondisi sebenarnya bisa menjadi momentum bagi bank untuk menyesuaikan kembali tingkat suku bunga kreditnya.

PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) melihat, kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia melalui BI7DRR merupakan sebagai acuan perbankan yang ditetapkan dalam kondisi eksternal yang stabil dan inflasi yang tetap rendah.

Sekretaris Perusahaan BNI, Mucharom menilai kebijakan tersebut akan selalu BNI upayakan untuk ditransmisikan dalam bentuk penyesuaian suku bunga kredit, yang saat ini menjadi langkah lanjutan yang diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.

“Terlebih, dengan kondisi likuiditas perbankan saat ini tergolong sangat memadai, sehingga tekanan terhadap beban bunga simpanan [cost of fund] menjadi lebih ringan,” kata Mucharom saat dihubungi Bisnis, Senin (27/12/2021).

Mucharom menyampaikan, BNI telah memangkas suku bunga kredit secara aktif sejak otoritas moneter melakukan langkah pemangkasan suku bunga acuan.

“Bahkan, suku bunga dasar kredit [SBDK] BNI saat ini telah berada dalam kisaran 8,75 persen hingga 7,25 persen,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Mucharom, BNI pun mengikuti tren suku bunga deposito perbankan terkini. Namun, hal ini tetap perseroan lakukan dengan hati-hati untuk tetap mempertahankan kepercayaan deposan.

Bank dengan kode emiten BBNI itu juga menyampaikan suku bunga deposito perseroan telah berada pada kisaran 2,50 persen hingga 2,70 persen pada Oktober 2021. Mucharom juga menyampaikan bahwa BBNI juga tidak bisa mematok suku terlalu rendah.

Sebelumnya, Corporate BRI, Aestika Oryza Gunarto menyampaikan dari 28 Februari 2021 hingga akhir September 2021, perseroan telah memangkas SBDK seluruh segmen sebesar 150 bps hingga 325 bps.

Lebih jauh lagi, sepanjang tahun 2020 lalu BRI telah menurunkan suku bunganya secara umum sebesar 75 bps – 150 bps. Bahkan khusus untuk restrukturisasi keringanan suku bunga, BRI menurunkan antara 300 bps – 500 bps.

"Penurunan suku bunga kredit oleh BRI tersebut dilakukan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional," ujar Aestika pada Minggu (26/9/2021).

Suku bunga pinjaman bukan satu satunya variabel untuk meningkatkan pertumbuhan kredit nasional. Berdasarkan perhitungan model ekonometrika, variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi terhadap pertumbuhan kredit adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

Oleh karenanya, BRI berkomitmen untuk terus menjadi mitra utama pemerintah dalam kaitannya penyaluran bantuan dan stimulus dengan harapan meningkatkan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat yang pada ujungnya mampu mengerek pertumbuhan kredit nasional.

Aestika menambahkan BRI akan melakukan review suku bunga secara berkala dan terus membuka ruang untuk penurunan suku bunga kredit. Penurunan suku bunga kredit BRI diproyeksikan tetap terjadi mengikuti proyeksi penurunan suku bunga market/pasar. Suku bunga dasar kredit dibentuk melalui beberapa variabel, antara lain HPDK (Harga Pokok Dana Kredit), biaya overhead, dan marjin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini