Penggunaan Neraca Komoditas Bisa Picu Munculnya Masalah Baru 

Bisnis.com,10 Jan 2022, 21:28 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Penggunaan neraca komoditas dinilai dapat meningkatkan efektivitas birokrasi perdagangan Indonesia. Sayangnya, terdapat risiko munculnya masalah baru jika pemanfaatan neraca komoditas tidak disertai dengan pemahaman soal kompleksitas rantai pasok. 

“Sistem perizinan perdagangan Indonesia memiliki banyak masalah, antara lain proses yang panjang, kurangnya transparansi, dan kualitas data yang buruk,” kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta dikutip dari siaran pers, Senin (10/1/2021). 

Neraca komoditas adalah rangkaian basis data nasional terintegrasi yang memuat volume penawaran dan permintaan barang yang diperdagangkan untuk kebutuhan masyarakat dan industri di Tanah Air.

Basis data ini juga akan digunakan untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan produksi dalam negeri sehingga izin impor dan izin ekspor diharapkan dapat diterbitkan sesuai kebutuhan. 

Neraca komoditas juga ditujukan untuk memastikan produsen lokal dapat mengakses bahan baku dan bahan setengah jadi dan memberikan peran pada pasar domestik dalam penentuan impor dan ekspor. Untuk tujuan ini, impor akan diizinkan jika ada defisit dalam produksi dalam negeri. Sementara ekspor akan diizinkan ketika terjadi surplus. 

“Implementasi neraca komoditas akan memotong satu langkah dari proses perizinan dan mengurangi peluang korupsi. Sistem ini juga akan memudahkan proses transparansi dan berpotensi mengurangi celah korupsi,” katanya. 

Namun implementasi neraca komoditas dihadapkan pada banyak tantangan, seperti pengumpulan data konsumsi dan produksi di tingkat perusahaan, konsumen, produk, industri, dan nasional. Tantangan lainnya adalah estimasi dan pemetaan dampak data ini pada rantai nilai industri dan jaringan produksi global. 

Krisna menjelaskan sistem yang ada tidak hanya diganggu oleh kesulitan-kesulitan ini, tetapi juga oleh ketidaksepakatan antara kementerian yang mengumpulkan data tentang data mana yang harus digunakan. 

Data yang dikumpulkan juga merupakan kuantitas produksi dan konsumsi yang disederhanakan yang cenderung mengabaikan masalah seperti kualitas, kemudahan layanan, dan kemampuan pengiriman. Sementara perselisihan data antarkementerian dapat dikurangi, perselisihan data antarperusahaan lebih sulit untuk ditangani. 

Sejauh ini, neraca komoditas akan diluncurkan untuk melacak lima komoditas, yaitu beras, garam, gula, daging sapi, dan produk perikanan. Tetapi, penerapan kepada lebih banyak produk di 2023 akan meningkatkan level kompleksitas penerapan neraca komoditas. 

“Kita ambil contoh baja. Baja memiliki banyak karakteristik teknis yang sangat beragam dan seringkali didesain khusus untuk produk tertentu. Dampaknya akan sangat besar terhadap industri hilir andalan Indonesia seperti otomotif dan elektronika,” kata Krisna. 

Krisna mengapresiasi inisiatif pengumpulan data yang lebih baik untuk mewujudkan basis data perdagangan Indonesia yang akan bermanfaat untuk analisis data dan studi berbasis bukti yang lebih baik dalam rangka penyusunan kebijakan.

Namun, menggunakan data tersebut secara terburu-buru dia nilai berpotensi meningkatkan ketidakpastian dalam berusaha, terutama usaha industri yang terintegrasi dengan rantai pasok global. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini