Pemerintah Alihkan Izin Usaha yang Dicabut ke Masyarakat, Bagaimana Kesiapannya?

Bisnis.com,10 Jan 2022, 20:48 WIB
Penulis: Dany Saputra
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyampaikan keterangan pers terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Guna Bangunan (HGB) terhadap sejumlah perusahaan di Kantor BKPM, Jakarta, Jumat (7/1/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah berencana mengalihkan sejumlah izin usaha yang akan dicabut karena tidak beroperasi. Pada tahap pertama, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mencabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan izin usaha yang dicabut akan dialihkan ke perusahaan yang dinilai lebih kredibel, serta kelompok masyarakat seperti organisasi keagamaan, koperasi, dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Tetapi, bagaimana tingkat kesiapan badan usaha di daerah?

Menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), tingkat kesiapan kelompok atau badan usaha di daerah dalam pengalihan izin usaha tersebut tergantung dengan tingkat risiko izin usaha yang dialihkan.

Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman menilai kelompok dan badan usaha di daerah siap untuk mengelola usaha yang dialihkan, asal masih pada tingkat risiko rendah hingga menengah tinggi.

"Berdasarkan hasil observasi kita terhadap beberapa periziinan itu, untuk konteks di daerah mungkin [izin usaha] yang berisiko rendah, menengah rendah atau menengah tinggi, mungkin daerah bisa siap," jelasnya kepada Bisnis, Senin (10/1/2022).

Armand mengingatkan pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan perusahaan dan kelompok/badan masyarakat yang akan menerima pengalihan izin usaha tersebut. Dia mendorong agar pengalihan izin usaha ditetapkan berdasarkan kesesuaian antara kapasitas kelompok atau badan usaha, dan izin usaha yang dialihkan.

Hal ini, jelas Armand, khususnya karena tingkat kesiapan kelompok atau badan usaha masyarakat di daerah berbeda-beda. Sebab itu, pemerintah dinilai perlu menyiapkan data yang bisa dipertanggungjawabkan terkait dengan perusahaan, koperasi, BUMD, maupun kelompok masyarakat lainnya yang akan menerima pengalihan izin usaha.

"Berdasarkan hasil observasi kami, kalau [izin usaha] risiko tinggi itu tampaknya pemerintah perlu berhati-hati. Jangan sampai di kemudian hari itu menjadi [usaha] mangkrak lagi," tambah Armand.

Adanya pencabutan izin usaha ini, nilai Armand, seharusnya bisa menjadi catatan kritis oleh pemerintah. Dia mendorong agar adanya perbaikan terkait dengan sistem pengawasan.

Perbaikan pengawasan itu bisa dilakukan melalui pengawasan kolaboratif, yang tidak hanya melibatkan instansi pemerintah pusat dan daerah. Akan tetapi, pengawasan juga melibatkan kelompok akademisi dan masyarakat di daerah.

"Kebetulan dalam OSS-RBA ada tiga subsistem yaitu informasi, perizinan, dan pengawasan. Di subsistem pengawasan ini bagi kami yang perlu dilakukan adalah pengawasan kolaboratif," kata Armand.

Adapun, pemerintah tidak hanya berencana untuk mencabut izin usaha pertambangan, tetapi juga izin usaha di sektor kehutanan. Namun, pada tahap pertama, pemerintah akan mulai mencabut 2.078 dari total 5.940 IUP perusahaan tambang.

"Itu kan berarti hampir 40 persen izin [perusahaan tambang] yang tidak bermanfaat. Bagaimana negara mau maju," ujarnya Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pada konferensi pers, Jumat (7/1/2022).

Dia mengatakan pemerintah menargetkan pencabutan izin perusahaan-perusahaan yang sudah ditetapkan selesai pada bulan ini. Kendati demikian, Kementerian Investasi/BKPM belum merilis daftar nama perusahaan tambang yang akan dicabut izinnya pada tahap pertama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini