Mendagri Tito Beberkan 3 Penyebab Utama Kasus Korupsi di Indonesia

Bisnis.com,24 Jan 2022, 18:50 WIB
Penulis: Thomas Mola
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian./kemendagri.go.id

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membeberkan tiga penyebab utama yang membuat kasus korupsi masih kerap terjadi di Indonesia

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan Kemendagri, terdapat 3 alasan kasus korupsi masih sering terjadi. Pertama, masih adanya sistem yang membuka celah terjadinya tindakan korupsi. 

“Termasuk di dalamnya, sistem administrasi pemerintahan yang tidak transparan, politik berbiaya tinggi, dan rekrutmen aparatur sipil negara [ASN] dengan imbalan,”ujarnya seperti dilansir laman resmi Kemendagri, Senin (24/1/2022). 

Tito menuturkan sejumlah penerapan administrasi pemerintahan yang membuka peluang terjadinya tindakan korupsi ialah sistem yang masih mengandalkan pertemuan fisik, alur birokrasi yang berbelit-belit dan regulasi yang terlalu panjang. 

Untuk itu, katanya, perlu ada penerapan sistem yang mengurangi kontak fisik yakni dengan memanfaatkan layanan digital. Digitalisasi itu dilakukan di berbagai bidang mulai dari perencanaan hingga eksekusi kebijakan. 

“Banyak saya kira hal-hal tindak pidana korupsi by system karena sistemnya, oleh karena itu perbaikan sistem perlu kita lakukan,” tambah mantan Kapolri tersebut. 

Penyebab kasus korupsi kedua, menurut Tito, terkait dengan kurangnya integritas yang dimiliki individu, sehingga memunculkan tindakan korupsi. 

Hal itu juga didorong dengan kurangnya kesejahteraan yang didapatkan oleh penyelenggara negara. Untuk itu, aspek kesejahteraan perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya korupsi walau tidak sepenuhnya menjamin perilaku korup hilang.

“Tapi yang hampir pasti kalau semua kurang ya dia berusaha untuk mencari dan akhirnya melakukan tindak pidana korupsi,”  tambahnya. 

Penyebab ketiga, yakni terkait dengan budaya (culture). Pasalnya, seringkali ditemukan praktik-praktik yang salah, tapi dianggap benar karena kebiasaan. 

Tito mencontohkan adanya pimpinan yang menganggap bahwa prestasi bawahan diukur dari loyalitas yang salah kaprah. 

“Budaya-budaya [korupsi] ini harus dipotong, dan ini memerlukan kekompakan dari atas sampai dengan bawah, memiliki satu mindset, frekuensi yang sama,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini