Bisnis.com, SEMARANG – Dunia perbankan di Tanah Air kedatangan pemain baru, teknologi finansial atau fintech yang kian populer di masyarakat, tidak terkecuali di Jawa Tengah (Jateng).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada November 2021 lalu mencatat setidaknya ada 104 unit tekfin yang beroperasi di Tanah Air. Dari jumlah tersebut, total asetnya mencapai Rp 4.160,87 miliar.
Geliat tekfin juga terlihat di Jawa Tengah, dimana setidaknya ada 1.015.888 entitas penerima pinjaman tekfin di wilayah tersebut pada November 2021. Fenomena tekfin tersebut memaksa pemain-pemain lama di sektor perbankan untuk memutar otak. Tak hanya bank umum, bahkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mesti kerja keras untuk tetap bisa bersaing.
Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) DPD Jawa Tengah Dadi Sumarsana menyebut kedatangan pemain baru tersebut sebagai hal yang menarik. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih menyisakan dampak perekonomian, BPR Jawa Tengah kini mesti bersaing dengan layanan fintech yang bahkan telah menjamur hingga ke pelosok daerah.
“Sebenarnya pangsa pasarnya itu kan berbeda. Jadi nasabah BPR itu selama ini lebih menekankan pada pendampingan atau pendekatan yang personal. Memang, ke depan, teknologi itu sulit untuk kita hindari. Maka untuk menyikapi pinjol (pinjaman online) itu kita lakukan pendampingan digital,” jelas Dadi ketika dihubungi Bisnis.
Untuk merespon penetrasi layanan tekfin di daerah, Dadi mengungkapkan bahwa BPR di Jawa Tengah telah menjalin kerjasama dengan Bank Jateng selaku BPD untuk mendirikan Bank Pengayom atau Apex Bank.
"Kita menjadi pilot project nasional. Kita membangun Apex Bank dimana leader-nya itu Bank Jateng. Ini mereka jadi payung, satu untuk kepentingan support likuiditas baik untuk kepentingan operasional sehari-hari, maupun peningkatan permodalan. Juga untuk peningkatan usaha BPR, itu sudah difasilitas,” jelasnya.
Melalui skema kerjasama tersebut, BPR di Jawa Tengah yang telah bergabung dengan Bank Pengayom dapat mengajukan pinjaman likuiditas hingga Rp1 miliar. Metode penyaluran dilakukan dalam bentuk deposito berjangka dengan jangka waktu maksimal 4 bulan.
Bantuan serupa juga disalurkan dalam bentuk dana bergulir yang memiliki jangka waktu hingga 9 bulan. Dia mengatakan BPR yang menjadi anggota sekarang punya dana di Bank Jateng.
"Sehingga ada imbal balik, apakah berbentuk dana deposito, atau bisa juga dalam bentuk linkage,” jelas Dadi.
Dadi menambahkan bahwa berdirinya Bank Pengayom tersebut merupakan wujud kesadaran pengelola BPR di Jawa Tengah akan pentingnya bersinergi dan berkolaborasi. Terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang serba memberikan ketidakpastian.
Dia menyadari bahwa ke depan ini eranya bukan era mandatory, bukan era face to face, tapi era yang penuh dengan kolaborasi.
Diharapkan, keberadaan Bank Pengayom tersebut dapat meningkatkan daya saing BPR di Jawa Tengah khususnya dari aspek pembiayaan. Dadi juga menjelaskan bahwa BPR-BPR di Jawa Tengah siap mendukung upaya peningkatan penyaluran kredit di wilayah tersebut.
“Sasarannya lebih kepada modal kerja bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Termasuk kredit konsumtif lain yang tidak pernah bisa kita hindari,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dadi mengatakan penyaluran kredit bagi pelaku UMKM memang tengah seksi di masa pandemi ini. Tak hanya pada bank-bank umum, BPD, ataupun BPR, layanan tekfin juga banyak yang mengincar ladang basah tersebut guna meningkatkan jumlah debiturnya.
Pasalnya, UMKM saat pandemi sedang menjadi fokus pemerintah. Karena itu, Dadi mengatakan pihaknya sangat berhati-hati, termasuk dalam menyalurkan pembiayaan.
BPR Jawa Tengah memang punya rencana dan langkah tersendiri untuk mengantisipasi ledakan layanan tekfin. Begitu pula Bank Jateng. Amunisi khusus disiapkan bank tersebut untuk bisa menyentuh lebih banyak masyarakat.
“Untuk menjaga kredit UMKM bisa tersalur dengan baik, kita punya 94 unit penyalur hingga di pelosok-pelosok daerah. Kita juga punya tempat-tempat co-working space di daerah. Kita berikan pengajaran. Sehingga di daerah, terutama yang kemarin terjadi di Solo, dari tentara pun menjadi bagian dengan kami untuk mengembangkan UMKM lewat fasilitas kredit dari Bank Jateng,” jelas Harko Saputro, Direktur Bisnis Ritel dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng, beberapa waktu lalu.
Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng, mengakui bahwa kedatangan layanan tekfin kian meningkatkan iklim kompetisi dunia perbankan di Jawa Tengah.
“Kalau kompetitor seperti P2P Lending atau tekfin memang by nature bagus. Secara alami, yang survive memang ada. Tapi ada juga yang gagal,” jelasnya.
Menyikapi kehadiran tekfin, Supriyatno optimis bahwa kerjasama antara Bank Jateng dan BPR-BPR di Jawa Tengah bisa memberikan hasil yang positif.
Menurutnya, Bank Jateng sudah punya strategi untuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar bisa sampai ke teman-teman di pelosok, kita siapkan strategi garda depan. Kemudian, mereka juga bekerjasama dengan teman-teman perbankan termasuk BPR.
"Kalau sekitar 200 sekian BPR di Jawa Tengah bisa kerjasama, saya kira ini bisa jadi sesuatu yang sangat massif,” ucapnya.
Upaya untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan juga mesti diimbangi oleh manajemen risiko yang baik. Menurut Supriyatno, hal tersebut jadi tantangan terbesar dalam konteks persaingan antara BPD dan tekfin.
KUR ini harus dijamin tingkat keamanan dan Non-Performing Loan-nya harus benar—benar baik. Ini yang sebetulnya jadi suatu tantangan.
Bank Jateng juga terus melakukan transformasi digital. Layanan-layanan yang dahulu mesti dilakukan langsung secara tatap muka, perlahan coba didigitalisasi agar lebih praktis.
“Milenial itu kan kebanyakan semua dilakukan dengan cepat, instan, dan tidak ribet. Ini layanan-layanan tadi juga sudah tersedia, jadi nanti untuk percetakan buku tidak perlu datang ke teller, tapi ada mesin yang sudah dipersiapkan,” jelas Supriyatno.
Pengembangan layanan mobile banking juga terus dilakukan Bank Jateng. Pada Februari nanti, Bank Jateng bakal meluncurkan pembaruan aplikasi mobile banking. Salah satu fokusnya adalah penambahan layanan pembayaran secara digital dengan memanfaatkan Quick Response Indonesia Standard atau QRIS.
“Artinya ketika nasabah punya mobile banking, pembayaran bisa langsung dilakukan menggunakan QRIS. Jadi rekening bisa langsung terdebet ketika melakukan pembayaran,” jelas Supriyatno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel