Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menyatakan perseroan sudah dalam kondisi yang sangat stabil untuk mendukung pemulihan ekonomi, sambil tetap berkontribusi dalam menjaga kestabilan industri sektor keuangan di tahun ini.
Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan untuk mempercepat pembentukan cadangan penghapusan kredit untuk mengantisipasi dampak normalisasi kebijakan pada 2023 mendatang. Hal ini mengingat, kebijakan stimulus Covid-19 untuk lembaga jasa keuangan akan berakhir pada 2023.
Sampai dengan akhir 2021, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BNI sudah berada pada level 3,7 persen, turun signifikan dari sekitar 60 basis point (bps). Adapun, rasio LAR include Covid-19 juga turun signifikan 23,3 persen, sedangkan LAR exclude Covid-19 tercatat 12,3 persen.
Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada menjelaskan, total bagi restrukturisasi Covid-19 sudah menurun sangat signifikan dengan posisi di akhir tahun 2021 senilai Rp72,12 triliun. Kredit restrukturisasi non Covid mencapai Rp50,8 triliun, dan pemupukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) BNI sejauh ini telah mencapai Rp50,29 triliun.
“Bagi BNI, berakhirnya masa relaksasi restrukturisasi kredit bukan menjadi perihal yang dikhawatirkan. Justru pada 2022, BNI tentunya akan terus berupaya memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi untuk meningkatkan kualitas kredit, dan juga ekspansi dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian pun tetap menjadi pertimbangan utama,” kata David dalam paparan Kinerja BNI Laporan Keuangan 2021 secara virtual, Rabu (26/1/2022).
Adapun untuk tahun 2022, rasio kredit bermasalah emiten bersandi BBNI ini akan ditekan di bawah 3 persen dengan memperkuat manajemen risiko.
Selain itu, coverage ratio yang per akhir tahun telah berada pada 233,38 persen, akan tetap terus ditingkatkan kembali hingga posisi 276,60 persen pada tahun 2022 ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel