Bisnis.com, JAKARTA - Kendati bisnis pinjam-meminjam mampu menghadirkan potensi cuan signifikan, nyatanya tak membuat beberapa platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending terlena dan urung menjamah lini bisnis lain.
Beberapa fintech P2P lending sektor produktif tampak mulai mencoba peruntungan tersebut. Baik mengembangkan inisiatif baru berupa fitur, platform, bahkan sampai membuat anak usaha khusus.
Aldi Adrian Hartanto, Vice President of Investments MDI Ventures, modal ventura terafiliasi Grup Telkom (TLKM) menjelaskan bahwa ekspansi layanan merupakan keniscayaan, terlebih apabila fintech P2P lending terkait memiliki segmentasi peminjam (borrower) yang kuat.
Setidaknya ada dua strategi yang bisa dipilih para platform, yaitu ikut menawarkan produk finansial selain pinjaman, atau menghadirkan layanan di luar produk finansial yang solutif dan bisa menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi para pengguna.
"Ekspansi layanan itu pasti. Tapi kalau platform punya punya segmen peminjam yang kuat, strategi ini bisa menjadi cara membuat mereka bertahan menggunakan platform. Pada akhirnya, layanan tersebut tetap komplementer terhadap bisnis utama mereka, yaitu bisnis pinjam-meminjam," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (27/1/2022).
Berdasarkan kacamata investor startup fintech secara umum, Aldi menyebut tren ini justru dinantikan. Pasalnya, setiap segmen peminjam, terutama pelaku UMKM, pasti memiliki masalah yang justru bisa menjadi peluang.
Oleh sebab itu, startup fintech yang bisa ikut menyelesaikan masalah tersebut berpotensi menjadi besar, karena bisa memanfaatkan kesempatan untuk bertransformasi menjadi platform dengan lini bisnis beragam.
Ilustrasi para pelaku usaha kecil sedang melakukan aktivitas bercocok tanam./Bisnis.com
Sebagai gambaran, PT Lunaria Annua Teknologi alias KoinWorks yang menyasar borrower UKM pelapak online, membuat fitur teranyar bertajuk KoinWorks NEO yang merupakan hasil kolaborasi dengan Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna).
KoinWorks berupaya mengatasi hambatan usaha para UKM yang pencatatan keuangannya masih kacau, karena belum bisa memanfaatkan rekening perbankan khusus bisnis.
Selain mengakomodasi NEO Account dan NEO Card, platform juga membidik pengembangan marketplace aplikasi terintegrasi seperti software akuntansi buat UKM, point of sales (POS) atau kasir digital, sistem manajemen SDM (HRMS) untuk UKM, dan aplikasi budgeting.
PT Investree Radhika Jaya (Investree) membuat inisiatif serupa untuk mengakomodasi borrower-nya yang kebanyakan merupakan perusahaan menengah alias 'UKM tanggung'. Di mana mereka ini dari segi persyaratan terlalu besar untuk dilayani oleh microfinance, tapi juga terlalu kecil untuk dilayani oleh perbankan.
Memahami Kesulitan Peminjam
Investree berusaha memahami kesulitan atau 'pain points' yang kerap kali dirasakan oleh para peminjam. Inilah yang akhirnya menghasilkan fitur e-invoice bernama Billtree, anak usaha di bidang credit scoring bertajuk AiForesee, serta terlibat dalam pengembangan platform e-procurement Mbiz dan Garuda Financial.
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengungkap platform AiForesee yang akan dibangun menjadi biro kredit khusus UKM, bahkan bukan hanya telah dimanfaatkan oleh Investree sendiri, tapi juga dilirik oleh Bank Raya [AGRO] atau bank digital baru milik BRI [BBRI] untuk ikut menjadi alternatif credit score buat penyaluran kredit produktif mereka.
Berbeda lagi buat platform P2P lending yang khusus menyasar pelaku usaha mikro wanita pedesaan, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), yang membangun platform anyar bertajuk Amartha+ atau Amartha Plus.
Salah satu fitur dalam platform ini bertajuk Amartha Pulsa (PPOB), untuk mengakomodasi mitra borrower yang berminat menggelar jasa pulsa, token listrik, sampai pembayaran tagihan. Alhasil, mitra borrower bisa mendapatkan penghasilan tambahan dengan membuka usaha PPOB, yang tetap berdampingan dengan usaha eksisting miliknya.
Terakhir, platform P2P lending klaster syariah PT Alami Fintek Sharia (ALAMI) tengah membangun ekosistem bank dan akselerator UMKM syariah.
ALAMI mengakuisisi Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di wilayah DKI Jakarta yang akan di-branding secara digital bernama Bank Hijra. Selain itu, Grup ALAMI juga merealisasikan akselerator startup bertajuk ARQAM.
CEO ALAMI Dima Djani menjelaskan bahwa langkah ini merupakan strategi untuk merangkul pelaku usaha dengan preferensi syariah sedini mungkin lewat ARQAM, kemudian terus ditempel lewat Hijra, sampai akhirnya bisa mengakses semua layanan pinjaman yang ada di platform ALAMI.
Sebagai gambaran, ARQAM berupaya memberikan akses UMKM ke workshop dan mentor berpengalaman. Alhasil, UMKM yang belum bisa mendapat akses pembiayaan lewat ALAMI tersebut tak lantas merasa mendapat penolakan, namun justru mendapat jalan dan dibantu untuk berkembang ke tahap selanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel