Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap beberapa poin aturan baru buat industri teknologi finansial pendanaan bersama alias peer-to-peer (P2P) lending.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi Idris setidaknya ada tujuh aturan baru di dalam regulasi yang akan menggantikan POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ini.
Dalam hal kepemilikan platform misalnya, bentuk badan hukum, modal pendirian, nilai ekuitas, batas maksimum pendanaan, pemegang saham pengendali, dan sejumlah larangan untuk perlindungan konsumen seperti tata cara penagihan.
Secara terperinci, platform atau penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) hanya boleh memiliki kepemilikan tunggal, di mana setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali di satu penyelenggara LPBBTI konvensional dan satu penyelenggara LPBBTI syariah.
Selain itu, OJK pun tidak memperbolehkan lagi adanya bentuk badan hukum koperasi seperti dalam aturan lama. Aturan baru menegaskan LPBBTI hanya dapat dilakukan penyelenggara yang berbadan hukum Perseroan Terbatas atau PT.
OJK juga mengungkap akan adanya pengetatan aturan terkait modal pendirian dan ekuitas. Di mana penyelenggara LPBBTI harus memiliki modal disetor minimum sebesar Rp25 miliar pada saat pendirian.
Sementara itu, penyelenggara LPBBTI yang telah memperoleh izin dari OJK harus senantiasa memiliki ekuitas minimum sebesar Rp12,5 miliar, yang dipenuhi secara bertahap selama 3 tahun sejak POJK diundangkan.
Terkait batas pendanaan penerima dana (borrower) masih sama, yaitu maksimal sebesar Rp2 miliar. Namun, ada batasan baru buat pemberi pinjaman (lender) dari OJK.
Tepatnya, pendanaan yang dapat diberikan dari setiap lender dan afiliasinya adalah maksimum 25 persen dari pendanaan outstanding setiap bulan suatu platform, dengan masa transisi secara bertahap selama 18 (delapan belas) bulan sejak POJK diundangkan.
Namun, pendanaan yang diberikan oleh setiap pemberi dana yang merupakan pelaku usaha jasa keuangan yang diawasi OJK dapat lebih dari 25 persen dari pendanaan outstanding platform setiap bulan, yaitu maksimum 75 persen dari pendanaan outstanding setiap bulan suatu platform P2P lending.
Perubahan aturan selanjutnya, yaitu soal tata kelola. Di mana penyelenggara LPBBTI wajib menerapkan prinsip tata kelola yang baik bagi perusahaan (good corporate governance) yang dituangkan dalam pedoman dengan isi minimum 4 poin.
Pertama, tata cara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris, dan DPS. Kedua, kelengkapan dan tata cara pelaksanaan tugas satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian internal penyelenggara.
Ketiga, kebijakan dan prosedur penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal, dan auditor eksternal. Keempat, kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal dan penerapan tata kelola Teknologi Informasi.
Selanjutnya, penyelenggara LPBBTI wajib menyampaikan laporan kepada OJK yang terdiri dari laporan berkala seperti laporan secara real time, laporan bulanan, dan laporan tahunan, serta laporan insidentil seperti laporan adanya fraud.
OJK juga menekankan poin perlindungan konsumen, dengan kewajiban terkait 5 prinsip, yaitu transparansi; perlakuan yang adil; keandalan; kerahasiaan dan keamanan data atau informasi konsumen; dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau, dengan mengacu pada POJK mengenai perlindungan konsumen.
Selain itu, salah satu poin yang ditekankan oleh OJK dalam aturan baru ini, yaitu proses penagihan kepada borrower yang wanprestasi.
OJK mewajibkan penagihan dilakukan paling sedikit dengan memberikan surat peringatan, dengan tata cara sesuai yang terdapat dalam perjanjian antara lender dan borrower.
Proses penagihan dapat dilakukan oleh pihak lain alias pihak ketiga atau debt collector, berdasarkan perjanjian kerja sama, tetapi tanggung jawab proses penagihan tetap berada pada penyelenggara LPBBTI.
Selain itu, diatur pula bahwa penagihan, baik yang dilakukan sendiri oleh Penyelenggara LPBBTI maupun oleh pihak lain, harus dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan peraturan perundang-undangan.
Terakhir, sebagai bagian dari perlindungan konsumen dan menjaga praktik penyelenggaraan LPBBTI yang sehat, OJK memberikan beberapa poin larangan buat para pemain industri fintech P2P lending.S
Salah satunya platform dilarang melakukan kegiatan usaha selain kegiatan usaha yang diatur dalam POJK ini; bertindak sebagai pemberi dana atau penerima dana; dan mewakili pemberi dana untuk melakukan pendanaan dan/atau menyediakan fitur pendanaan secara otomatis.
Selanjutnya, platform juga dilarang memberikan akses kepada anggota direksi, anggota dewan komisaris, DPS dan karyawan serta afiliasinya untuk bertindak sebagai pemberi dana dan penerima dana.
Setiap platform juga dilarang memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain; menerbitkan surat utang; memiliki pinjaman; dan memberikan rekomendasi kepada pengguna.
Selain itu, platform juga dilarang mempublikasikan informasi yang fiktif dan menyesatkan; melakukan penawaran layanan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pengguna melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan; dan mengenakan biaya kepada pengguna atas layanan pengaduan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel