Harga CPO Riau dan Kemendag Selisih 36,7 Persen, Petani Kebakaran Jenggot

Bisnis.com,31 Jan 2022, 14:23 WIB
Penulis: Arif Gunawan
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, PEKANBARU - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan harga acuan komoditas sawit yaitu senilai Rp9.300 per kilogram CPO dan Rp10.300 per liter olein mulai 27 Januari 2022 lalu.

Dari data harga jual TBS sawit Riau periode 26 Januari - 1 Februari 2022 yang dikeluarkan Dinas Perkebunan Provinsi Riau, diketahui harga acuan CPO di daerah itu ditetapkan di posisi Rp14.694,78 per kilogram.

Jika mengacu data ini, harga acuan CPO yang ditetapkan Kemendag di angka Rp9.300 per kilogram telah membuat harga sawit Riau turun mencapai 36,7 persen.

Kebijakan harga DMO dan DPO ini disebutkan hanya berlaku untuk volume yang wajib dipasok eksportir untuk kebutuhan dalam negeri, yakni sebesar 20 persen volume ekspor.

Namun di lapangan, faktanya berkata lain. Petani sawit di Provinsi Riau harus menelan pil pahit karena harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawitnya anjlok hingga Rp1.000 per kilogram.

Sekretaris Apkasindo Riau Djono Albar Burhan mengatakan pihaknya sangat menyayangkan kebijakan sepihak dari pemerintah pusat ini atau Kemendag.

"Padahal saat ini harga CPO di pasar internasional masih naik, tolong perhatikan kembali dalam membuat kebijakan ini dan dengarkan pendapat dari para petani di daerah," ujarnya, Minggu (30/1/2022).

Dia mengakui kenaikan harga komoditas kelapa sawit sudah membantu para petani di Riau untuk keluar dari garis kemiskinan.

Namun, kalau kebijakan DMO dan DPO sawit ini terus berjalan tanpa adanya perubahan dan pengawasan dari Pemerintah Pusat dan Pemda, dia menyebutkan angka kemiskinan Riau bisa kembali meningkat.

Pasalnya saat ini biaya produksi sawit sudah ikut melambung tinggi seiring meningkatnya harga jual sawit, seperti biaya pembelian pupuk dan pestisida yang juga semakin mahal.

Jika pendapatan petani dari harga jual TBS sawit merosot tajam, sedangkan biaya produksinya tidak seimbang dan cenderung menimbulkan kerugian bagi petani, kondisi ini yang akan memacu timbulnya kemiskinan baru dari kalangan petani sawit.

"Jadi kebijakan ini yang tujuannya mau menekan harga minyak goreng tapi yang ditekan malah harga jual CPO, akhirnya di lapangan malah akan menaikkan angka kemiskinan," ujarnya.

Adapun setelah keluarnya kebijakan DMO dan DPO sejak 27 Januari 2022 lalu, harga jual TBS sawit petani Riau menurut Apkasindo kini berada di posisi Rp2.500 perkilogram dari sebelumnya di angka Rp3.500 perkilogram.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai ada salah tafsir terkait dengan kebijakan domestic price obligation (DPO) hanya berlaku untuk minyak sawit atau CPO yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dalam skema domestic market obligation (DMO).

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sekaligus memberi klarifikasi atas salah tafsir yang terjadi di lapangan. Pelaku usaha justru menerapkan harga lelang di PT Karisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) sesuai harga DPO.

"Kebijakan DMO dan DPO tersebut disalahartikan oleh beberapa pelaku usaha sawit yang seharusnya membeli CPO melalui mekanisme lelang yang dikelola KPBN dengan harga lelang, tetapi mereka melakukan penawaran dengan harga DPO," kata Lutfi melalui siaran pers, Senin (31/1/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini