Crying Marriage, Tradisi Menangis Saat Menikah di China

Bisnis.com,02 Feb 2022, 10:36 WIB
Penulis: Intan Riskina Ichsan
Mempelai wanita menangis saat menjelang pernikahannya/zhangjiajietourguide.com

Bisnis.com, JAKARTA—Seperti beberapa tempat lain di China, para pengantin dari etnis Tujia di Zhangjiajie, masih mempertahankan adat pernikahan menangis. Oleh karena itu, wajar jika pada momen sakral itu setiap pengantin pasti menangis di upacara pernikahannya.

Sebab, jika tidak melakukannya maka tetangga mempelai wanita akan memandang rendah dia sebagai gadis yang kurang berbudaya dan dia akan menjadi bahan tertawaan di desa.

Dikutip dari laman zhangjiajietourguide.com, sebuah catatan sejarah mengatakan bahwa selama Periode Negara-Negara Berperang (475-221 SM), putri Negara Zhao menikah dengan Negara Yan untuk menjadi seorang ratu.

Ibunya, pada saat kepergian putrinya, menangis di depan kakinya dan memintanya untuk kembali ke rumah sesegera mungkin.

Kisah tersebut disinggung sebagai asal mula kebiasaan “Crying Marriage”.

Biasanya, pengantin wanita akan belajar menangis di bawah bimbingan ibunya atau kerabatnya sebulan sebelum hari pernikahannya.

Saat malam tiba, pengantin wanita berjalan di dalam aula dan menangis selama sekitar satu jam. 10 hari kemudian, ibunya bergabung dengannya, menangis bersamanya.

10 hari kemudian, sang nenek bergabung dengan putri dan ibunya, untuk menangis bersama mereka. Saudari dan bibi dari pengantin wanita, juga harus ikut menangis.

Pengantin wanita mungkin menangis dengan cara yang berbeda dengan kata-kata yang beragam, yang juga disebut lagu Crying Marriage.

Nyanyian yang agak berlebihan membantu meningkatkan suasana pernikahan. Singkatnya, menangis di pesta pernikahan adalah cara adat untuk memicu kebahagiaan pernikahan melalui kata-kata sedih.

Dalam perjodohan Cina zaman dulu, memang cukup banyak pengantin yang menangisi pernikahan mereka yang tidak memuaskan bahkan kehidupan mereka yang menyedihkan.

Dalam tradisi itu, wanita diatur oleh mak comblang dan orang tua. Oleh karena itu, pengantin wanita biasanya sering memaki mak comblang yang juga dilihat sebagai bentuk ketidakpuasan dan kebencian mereka terhadap sistem perkawinan lama.

Di pedesaan, di mana mak comblang masih memainkan peran penting dalam pernikahan, pengantin wanita terus bersumpah pada mereka dalam tangisan pernikahan. Namun, dikatakan bahwa mak comblang tidak pernah takut dimarahi, yang berarti mereka tidak akan pernah menyingkirkan nasib buruk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Setyo Puji Santoso
Terkini